Thursday, October 12, 2017

Tergiur Menjilat Memek yang Sudah Becek


Cerita Dewasa -- Sebut saja namaku Paul. Aku bekerja di sebuah instansi pemerintahan di kota S, selain juga memiliki sebuah usaha wiraswasta. Cerita berikut ini bukan pengalamanku sendiri, melainkan pengalaman seorang rekanku, sebut saja dia Ta.

diman kita memang punya kegaitan yang sama , caranya ada ada saj untuk mendapatkan kembang desa, walaupun sudah punya istri sebanyak 3.

Cindy terbangun dengan kepala yg pusing. Namun entah mengapa kedua tangannya tidak dapat digerakkan. Seluruh tubuhnya terasa hangat.

Sambil mengerjapkan matanya, gadis itu memandang sekelilingnya. Ternyata ia berada dalam sebuah kamar yg belum pernah dilihatnya, terbaring di atas ranjang empuk dan besar yg berwarna merah jambu.

Dari jendela yg tertutup terbayang hari sudah gelap. Dalam kamar itu sendiri hanya ada sebuah lampu kecil yg menyala remang-remang. Cindy hanya ingat Sabtu sore tadi setelah bertanding bola volley melawan sekolah dari kecamatan tetangga, ia harus berlari-lari dalam gerimis hujan menuju rumah neneknya untuk menginap malam ini, karena rumahnya terlalu jauh dari lapangan volley. Seperti umumnya gadis desa lainnya, meskipun tidak terlalu tinggi, namun Cindy memiliki tubuh yg montok dan padat.

Payudaranya yang yang montok, sangat jelas karena branya juga membkas di kaosnya, wajahnya yang manis dan sensual tak mana pemda pemuda disekitarnya selalu menginginkan gadis tersebut ditunjang dengan kulit yang halus dan putih. apalagi kalau jika dia berjalan smata terarah pada pantatnya yang menggoda.

Pantatnya yg montok selalu menonjol di balik rok seragam sekolahnya, yg biarpun di bawah lutut, ketatnya memperlihatkan garis celana dalam gadis itu.

Bukan hanya para pemuda, beberapa orang yg telah beristri pun berangan-angan menjadikan gadis kelas 1 SMU itu istri mudanya. Menurut katuranggan, gadis macam Cindy rasanya peret dan legit, pasti akan memberikan kenikmatan sepanjang malam, membuat suaminya betah di rumah.

Tidak heran, tiap kali ada pertandingan volley, selalu banyak penontonnya, meski kebanyakan hanya menonton paha Cindy yg bercelana pendek dan guncangan buah dadanya saat gadis itu memukul bola.

“Ah, sudah bangun Nduk..?” sebuah suara dan lampu yg menyala terang mengagetkan gadis itu. Tampak seorang pria kekar memasuki ruangan. Cindy mengenalinya sebagai Ta, seorang terpandang di desanya.

Meski bukan penduduk desa itu, namun suka kawin-cerai dengan gadis-gadis di sini. Dalam sebulan paling ia hanya di rumah satu-dua hari saja, selebihnya “kerja di kota”.

Sekarang ini istrinya di sini sudah ada tiga orang, semuanya masih belasan tahun dan cantik-cantik, namun masih suka menggoda Cindy tiap kali bertemu. Bahkan baru saja ia pernah berusaha melamar gadis itu namun tidak berhasil.

Cindy berusaha bangun, namun tangan dan kakinya tetap lemas tidak dapat bergerak.

“Tenang saja Nduk, nggak usah banyak gerak. Malam ini kamu di sini dulu.” kata Ta. Tidak sengaja Cindy melihat ke dinding kamar, dan dari cermin besar yg terpasang di sana, ia menyadari kedua tangannya terikat menjadi satu di atas kepalanya, demikian juga kedua kakinya yg terentang ke sudut-sudut ranjang, seperti huruf Y terbalik.

Seluruh tubuhnya tertutup selimut, namun ujung selimut yg tersingkap memperlihatkan sebagian paha gadis itu. Di sudut ranjang tampak terserak baju seragam dan rok yg tadi dipakainya.

“Pak Ta, Cindy dimana? Kenapa Cindy begini?” tanya gadis itu dengan panik.

Ia mulai teringat saat berlari ke rumah neneknya tadi seseorang menariknya dari belakang dan menempelkan sesuatu yg berbau menyengat ke wajahnya, kemudian semuanya menjadi gelap, hingga akhirnya ia kemudian tersadar di situ.

“Tenang Cindy, kamu baik-baik saja. Malam ini kita akan kawin. Minggu lalu saya sudah melamarmu pada bapakmu. Sekarang kita akan nikmati malam pertama kita.” kata Ta sambil menyeringai.

“Enggak! Enggak! Kemarin Bapak bilang ditolak! Cindy nggak mau!” gadis itu berusaha meronta, namun ikatan tangan dan kakinya terlalu kuat baginya.

Sambil tertawa terkekeh, Ta perlahan menarik selimut yg menutupi tubuh gadis itu, membuat Cindy terpekik karena penutup tubuhnya perlahan terbuka, sedangkan ternyata di balik selimut itu ia sudah telanjang bulat.

“Jangan! Jangan! Aduh jangan! Pak Ta, jangan Pak! Tolong..!” Dengan sigap Ta mengambil pakaian dalam Cindy yg terserak di atas ranjang, lalu menyumpal mulut gadis itu dengan celana dalamnya sendiri, dan mengikatnya ke belakang dengan bra gadis itu.

“Pak? Kamu panggil aku Pak? Aku ini suamimu, tahu! Panggil aku Kangmas!” seru Ta sambil menampar pipi Cindy sampai gadis itu memekik kesakitan.

Ta semakin beringas melihat tubuh Cindy yg montok telanjang bulat. Kedua paha gadis manis itu terentang lebar mempertontonkan bibir kemaluannya yg jarang-jarang rambutnya. “Diam Sayang! Ini malam kita bedah kelambu!

Kalau bapakmu yg tolol itu tidak mau anaknya dilamar baik-baik, kita lihat saja besok! Karena besok anak perawannya sudah tidak perawan lagi!” Tanpa basa basi Ta segera membuka pakaiannya sendiri, lalu melompat ke atas ranjang.

Cindy dengan sia-sia meronta dan menjerit saat Ta menindih tubuhnya yg telanjang bulat tanpa sehelai benang pun. Gadis itu bahkan tidak bisa untuk sekedar merapatkan pahanya yg terkangkang lebar.

Pekikan Cindy tertahan sumpalan celana dalam saat Ta meremas buah dada gadis itu dengan kerasnya. Rontaan dan pekikan gadis cantik itu sama sekali tidak digubris. Ta kemudian menempatkan kejantanannya tepat di depan bibir kemaluan Cindy.

“Diam Sayang! Jangan takut, enak sekali kok! Nanti pasti kamu ketagihan. Sekarang biar Kangmas ambil perawanmu…” sambil berkata begitu Ta menghujamkan kejantanannya memasuki hangatnya keperawanan Cindy.

Selaput dara gadis itu terasa sedikit menghalangi, namun bukan tandingan bagi keperkasaan kejantanan Ta yg terus menerobos masuk.

“Haanggkk..! Aahhkk..!” Napas gadis itu terputus-putus dan matanya yg bulat indah terbeliak lebar saat Cindy merasakan perih tiba-tiba menyengat selangkangannya.

Tubuh montok gadis itu tergeliat-geliat merangsang dengan napas tersengal-sengal sambil terpekik tertahan-tahan ketika Ta dengan perkasa menggenjotkan kejantanannya menikmati hangatnya kemaluan perawan Cindy yg terasa begitu peret. “Aahh… enak sekali tempikmu… aahh… Wulaaanh… enak kan Nduk..? Terus ya Nduk..?” Ta mendesah merasakan nikmatnya mengambil kegadisan si kembang desa.

Cindy sambil merintih tidak jelas menggelengkan kepala dan meronta berusaha menolak, namun semua usahanya sia-sia, dan gadis itu kembali terpekik dan tersentak karena Ta kini dengan kuat meremasi kedua payudaranya yg kencang menantang.

Memang benar kata orang, gadis seperti Cindy memang sangat memuaskan, wajahnya yg cantik, buah dadanya yg tegak menantang bergerak naik turun seirama napasnya yg tersengal-sengal, tubuhnya yg montok telanjang bersimbah keringat, kedua pahanya yg mulus bagai pualam tersentak terkangkang-kangkang, bibir kemaluannya tampak megap-megap dijejali kejantanan Ta yg begitu besar.

Sementara dinding kemaluannya terasa seperti mencucup-cucup tiap kali gadis itu terpekik tertahan. Cindy dengan airmata berlinang merintih memohon ampun, namun tusukan demi tusukan terus menghajar selangkangannya yg semakin perih. Payudaranya yg biasanya tersenggol pun terasa sakit kini diremas-remas tanpa ampun.

Belum lagi rasa malu diikat dan ditelanjangi di depan orang yg tidak dikenalnya, lalu diperkosa tanpa dapat berkutik. Rasanya bagai bertahun-tahun Cindy disetubuhi tanpa mampu melawan sedikitpun.

“Hhh..! Cindyh..! Wulaann..! Sekarang Mas bikin kamu hamil, sayangghh..! Aah… ambil Nduk! Nih! Nih! Niih..!” Tanpa dapat ditahan lagi Ta menyemburkan spermanya dalam hangatnya kemaluan Cindy sambil sekuat tenaga meremas kedua payudara gadis itu, membuat Cindy tergeliat-geliat dan terpekik-pekik tertahan sumpalan celana dalam di mulutnya. Kepala gadis itu terasa berputar menyadari ia akan hamil. Perlahan pandangan gadis itu menjadi gelap.

Cindy kembali tersadar oleh dengusan napas di depan wajahnya. Sebelum sadar sepenuhnya, sengatan perih di selangkangannya membuat gadis itu terpekik dan meronta. Namun tangan dan kakinya tidak mau bergerak, dan pekikan-pekikannya tidak dapat keluar.

Dengan gemas Ta kembali menggenjotkan kejantanannya menikmati keperawanan Cindy. Ta tidak tahan lagi untuk tidak kembali menggagahi gadis itu, memandanginya tergolek telanjang bugil tanpa daya di atas ranjang.

Pahanya yg putih mulus terkangkang seolah mengundang, bibir kemaluannya yg berambut jarang terlihat berbercak merah, tanda Cindy memang betul-betul masih perawan, tadinya.

Kedua payudara gadis itu berdiri tegak menjulang, dengan puting susu yg kemerahan menggemaskan. Sementara wajahnya yg manis dan bau tubuhnya yg harum alami sungguh membuat Ta lupa diri. Dengan istri muda seperti Cindy, ia tidak akan mau tidur sekejap pun, tidak perduli gadis itu suka atau tidak.

“Aah..! Ahk! Angkung (ampun)..! Aguh (aduh).. hakik (sakit).. angkung (ampun)..!” Cindy merintih-rintih tidak jelas dengan mulut tersumpal celana dalam di sela-sela jeritan tertahan. Tanpa mampu merapatkan pahanya yg terkangkang, gadis itu merasakan kemaluannya semakin perih tiap kali Ta menggerakkan kejantanannya.

Tiap detik, tiap genjotan terasa begitu menyakitkan, Cindy berharap kembali pingsan saja agar perkosaan ini segera berlalu.

Namun gadis itu tanpa daya merasakan bagian bawah tubuhnya terus ditusuk-tusuk benda yg begitu besar.

Ta semakin giat menggenjotkan kejantanannya dalam hangatnya kemaluan Cindy yg peret dan mencucup-cucup menggiurkan. Istri barunya ini memang pintar memuaskan suami di atas ranjang.

Apalagi kalau nanti diajak tidur beramai-ramai bersama satu atau dua istrinya yg lain. Membayangkan meniduri dua atau tiga gadis sekaligus membuat Ta semakin bersemangat menyodok kemaluan Cindy, semakin cepat, semakin dalam.

Ta merasakan kejantanannya menyentuh dasar kemaluan gadis itu bila disodokkan dalam-dalam. Cindy sendiri hanya merintih tampak pasrah mempersembahkan kesuciannya pada Ta. Airmata gadis itu tampak berlinang membasahi pipinya yg kemerahan.

Tubuh montok gadis itu tergelinjang-gelinjang kesakitan tiap kali kejantanan Ta menyodok masuk dalam kemaluannya yg begitu sempit. Dengan menggeram seperti macan menerkam mangsa, Ta dengan nikmat menyemburkan sperma dalam kehangatan tubuh Cindy yg terpekik tertahan-tahan.

Semalam suntuk Ta dengan gagahnya memperkosa Cindy, setidaknya lima kali gadis itu disetubuhi tanpa daya. Entah berapa kali Cindy pingsan ketika Ta mencapai puncak, hanya untuk tersadar ketika tubuhnya kembali dinikmati dengan buasnya.

Selangkangan gadis itu terasa perih dan panas, seperti ditusuk-tusuk besi yg merah membara. Payudaranya serasa lecet diremas habis-habisan, terkena semilir angin pun perih. Punggung gadis itu perih tergores kuku Ta.

Namun siksaan tanpa belas kasihan itu tidak kunjung usai, bagai tidak mengenal lelah kejantanan Ta terus bertubi-tubi menusuk dalam-dalam, kedua tangannya seperti capit kepiting terus mencengkeram buah dada Cindy.

Sementara gadis itu dengan tangan dan kaki terikat erat tidak mampu berkutik, apalagi menghindar atau mencegah. Bahkan menjerit pun Cindy tidak mampu, tenaganya sudah habis dan sumpalan celana dalamnya sendiri membuat pekikannya hanya seperti erangan. Bagai berabad-abad Cindy dibuat bulan-bulanan tanpa daya.

Dari sela-sela jendela yg tertutup, sinar matahari pagi menerobos masuk. Dengan lemas Ta berbaring di sisi Cindy yg terisak-isak. Sungguh luar biasa istri barunya ini, semalam suntuk gadis ini mampu melayani suaminya.

Dari jam tujuh malam sampai jam enam pagi, dalam sebelas jam gadis itu mampu lima-enam kali memuaskan suaminya, meskipun harus sedikit dipaksa. Kalau saja kemarin tidak minum obat kuat, mungkin saja pagi ini Ta tidak dapat bangun. Sambil tersenyum lebar, Ta bangkit dan mengenakan pakaian.

Perlahan Ta membuka sumpalan mulut Cindy. Gadis itu sendiri masih telanjang bulat dengan tangan dan kaki terikat terentang lebar. “Nduk, kalau jadi istriku, kamu minta apa saja pasti aku beri. Mau kalung? Gelang? Rumah? Sepeda motor? Jangan takut, sebagai istri orang kaya, semua keinginanmu akan terkabul.”

“Nggak mau… lepasin Cindy… Cindy mau pulang..!” isak gadis itu menghiba.

“Rumah kita sekarang di sini Nduk, kamu sudah jadi istriku.” bujuk Ta. “Enggak… enggak mau. Cindy mau pulang!” gadis itu berusaha meronta tanpa hasil.

“Jangan buat suamimu ini marah, Nduk! Kamu sudah jadi istriku, aku bebas berbuat apa saja dengan kamu! Jangan keras kepala!” seru Ta jengkel.

Cindy sambil terisak terus menggelengkan kepala. Berulangkali bujukan dan ancaman Ta tidak dihiraukan Cindy, membuat Ta naik pitam. “Baik, jadi kamu tidak ingin jadi istriku. Baik, kamu sendiri yg minta, Nduk! Jangan salahkan aku kalau aku bertindak tegas!” kata Ta sambil membuka ikatan kaki Cindy.

Ta kemudian membuka ikatan tangan gadis itu dari besi ranjang, namun kedua pergelangan tangannya tetap terikat erat. Lalu dengan menarik ujung tali yg mengikat tangan Cindy, Ta menyeret gadis yg masih telanjang bulat itu keluar kamar. Karena tubuhnya masih lemas, Cindy tidak kuasa menolak dirinya yg masih bugil diseret sampai ke jalan desa yg terang benderang.

“Hei, lihat! Lihat ini! Sungguh memalukan!” seru Ta sambil menyeret gadis yg mati-matian berusaha menutupi ketelanjangannya. “Ada apa Pak Ta? Apa yg terjadi?” tanya orang-orang desa yg segera saja mengerumuni keduanya.

“Lihat ini! Perempuan ini sudah membuat desa kita tercemar! Dia berzinah dengan laki-laki! Saya pergoki mereka di rumah kosong di tepi desa! Sayang laki-lakinya kabur, tapi saya tahu orangnya! Pasti nanti akan kita tangkap!” seru Ta berapi-api.

“Tidak! Tidak.. tolong..!” sia-sia Cindy berusaha membantah, suaranya tertelan ramainya suasana.

“Lihat! Ini bukti perempuan ini sudah berzinah!” Ta menunjuk ke arah selangkangan gadis itu yg berbercak darah.

Kerumunan orang bergumam dan mengangguk-anggukkan kepala. “Tidak! Saya tidak ber…” perkataan Cindy terputus oleh teriakan salah seorang.

“Bawa ke balai desa! Biar dihukum adat di sana!” serunya. Seseorang lain menarik tali yg mengikat tangan Cindy dan menyeret gadis telanjang bulat itu menuju ke balai desa. Sepanjang jalan mereka berteriak-teriak, membuat semakin banyak orang keluar rumah melihat Cindy yg bugil diseret. Anak-anak kecil berlari-lari mengikuti sambil tertawa-tawa mengejek.

Di balai desa, tepat di tengah pendopo, tali pengikat tangan Cindy ditarik ke atas dan diikatkan dengan tiang di atasnya. Kini gadis telanjang bulat itu berdiri tegak dengan tangan terikat ke atas. Cindy tahu bahwa hukuman bagi orang yg berzinah biasanya keduanya ditelanjangi, kemudian diikat seharian di balai desa.

Seperti dirinya sekarang, namun ia hanya sendirian dan ia sama sekali tidak berzinah. Gadis itu diperkosa berkali-kali, lalu difitnah berzinah oleh pemerkosanya sendiri. Namun siasia gadis itu berusaha membantah, suaranya yg kecil hilang ditelan ramainya orang di sekitarnya. Dan kini ia berdiri telanjang bulat sendirian dikelilingi belasan warga.

Isakan tangis Cindy semakin keras mendengar tawa orang-orang yg mengelilinginya, berkomentar mencemooh tentang kemulusan tubuhnya, buah dadanya yg ranum kemerah-merahan bekas diremas, pantatnya yg bulat, pahanya yg mulus. Isakan gadis itu terhenti ketika sebuah truk berhenti di depan balai desa.

Beberapa ibu-ibu yg turun dari truk terheran-heran melihat ke arah Cindy. Beberapa orang kemudian menurunkan barang-barang dari truk. Cindy tersadar, hari ini hari pasar, dan ratusan orang akan berkumpul hanya beberapa meter darinya. Ratusan orang akan melihat dirinya telanjang bulat tanpa tertutup sehelai benang pun.

Kepala gadis itu terasa berputar, saat Ta berbisik di telinganya, “Rasakan akibatnya kalau kamu tidak mau jadi istriku! Sekarang semua orang tahu kamu sudah tidak perawan, dan semua orang juga sudah pernah melihat kamu tanpa pakaian!” Perlahan gadis itu kembali terisak dan berpikir seandainya saja ia menerima menjadi istri Ta.

0 comments:

 
close
PKVSport