Hubungan Sedarah

Percintaan Terlarang

Pemuasan Nafsu

Memuaskan Nafsu Indra

Cerita Dewasa 18+

kisah nyata yang di alami oleh beberapa orang

Cerita Sex

Kisah Sex yang membuat kamu jadi bergairah

Perselingkuhan

Perselingkuhan antara saudara sendiri, teman sendiri dan istri tetangga

Saturday, December 29, 2018

Cerita Dewasa - Larangan Hubungan Dengan Atasanku



Cerita Dewasa - Mbak Lia kurang lebih baru 2 minggu bekerja sebagai atasanku sebagai Accounting Manager. Sebagai atasan baru, ia sering memanggilku ke ruang kerjanya untuk menjelaskan overbudget yang terjadi pada bulan sebelumnya, atau untuk menjelaskan laporan mingguan yang kubuat. Aku sendiri sudah termasuk staf senior. Tapi mungkin karena latar belakang pendidikanku tidak cukup mendukung, management memutuskan merekrutnya. Ia berasal dari sebuah perusahaan konsultan keuangan.

Usianya kutaksir sekitar 25 hingga 30 tahun. Sebagai atasan, sebelumnya kupanggil “Bu”, walau usiaku sendiri 10 tahun di atasnya. Tapi atas permintaanya sendiri, seminggu yang lalu, ia mengatakan lebih suka bila di panggil “Mbak”. Sejak saat itu mulai terbina suasana dan hubungan kerja yang hangat, tidak terlalu formal. Terutama karena sikapnya yang ramah. Ia sering langsung menyebut namaku, sesekali bila sedang bersama rekan kerja lainnya, ia menyebut “Pak”.

Dan tanpa kusadari pula, diam-diam aku merasa betah dan nyaman bila memandang wajahnya yang cantik dan lembut menawan. Ia memang menawan karena sepasang bola matanya sewaktu-waktu dapat bernar-binar, atau menatap dengan tajam. Tapi di balik itu semua, ternyata ia suka mendikte. Mungkin karena telah menduduki jabatan yang cukup tinggi dalam usia yang relatif muda, kepercayaan dirinya pun cukup tinggi untuk menyuruh seseorang melaksanakan apa yang diinginkannya.

Mbak Lia selalu berpakaian formal. Ia selalu mengenakan blus dan rok hitam yang agak menggantung sedikit di atas lutut. Bila sedang berada di ruang kerjanya, diam-diam aku pun sering memandang lekukan pinggulnya ketika ia bangkit mengambil file dari rak folder di belakangnya. Walau bagian bawah roknya lebar, tetapi aku dapat melihat pinggul yang samar-samar tercetak dari baliknya. Sangat menarik, tidak besar tetapi jelas bentuknya membongkah, memaksa mata lelaki menerawang untuk mereka-reka keindahannya

Di dalam ruang kerjanya yang besar, persis di samping meja kerjanya, terdapat seperangkat sofa yang sering dipergunakannya menerima tamu-tamu perusahaan. Sebagai Accounting Manager, tentu selalu ada pembicaraan-pembicaraan ‘privacy’ yang lebih nyaman dilakukan di ruang kerjanya daripada di ruang rapat.

Aku merasa beruntung bila dipanggil Mbak Lia untuk membahas cash flow keuangan di kursi sofa itu. Aku selalu duduk persis di depannya. Dan bila kami terlibat dalam pembicaraan yang cukup serius, ia tidak menyadari roknya yang agak tersingkap. Di situlah keberuntunganku. Aku dapat melirik sebagian kulit paha yang berwarna gading. Kadang-kadang lututnya agak sedikit terbuka sehingga aku berusaha untuk mengintip ujung pahanya. Tapi mataku selalu terbentur dalam kegelapan. Andai saja roknya tersingkap lebih tinggi dan kedua lututnya lebih terbuka, tentu akan dapat kupastikan apakah bulu-bulu halus yang tumbuh di lengannya juga tumbuh di sepanjang paha hingga ke pangkalnya. Bila kedua lututnya rapat kembali, lirikanku berpindah ke betisnya. Betis yang indah dan bersih. Terawat. Ketika aku terlena menatap kakinya, tiba-tiba aku dikejutkan oleh pertanyaan Mbak Lia..

“Jhony, aku merasa bahwa kau sering melirik ke arah betisku. Apakah dugaanku salah?” Aku terdiam sejenak sambil tersenyum untuk menyembunyikan jantungku yang tiba-tiba berdebar.

“Jhony, salahkah dugaanku?”

“Hmm.., ya, benar Mbak,” jawabku mengaku, jujur. Mbak Lia tersenyum sambil menatap mataku.

“Mengapa?”

Aku membisu. Terasa sangat berat menjawab pertanyaan sederhana itu. Tapi ketika menengadah menatap wajahnya, kulihat bola matanya berbinar-binar menunggu jawabanku.

“Saya suka kaki Mbak. Suka betis Mbak. Indah. Dan..,” setelah menarik nafas panjang, kukatakan alasan sebenarnya.

“Saya juga sering menduga-duga, apakah kaki Mbak juga ditumbuhi bulu-bulu.” Situs Domino

“Persis seperti yang kuduga, kau pasti berkata jujur, apa adanya,” kata Mbak Tia sambil sedikit mendorong kursi rodanya.

“Agar kau tidak penasaran menduga-duga, bagaimana kalau kuberi kesempatan memeriksanya sendiri?”

“Sebuah kehormatan besar untukku,” jawabku sambil membungkukan kepala, sengaja sedikit bercanda untuk mencairkan pembicaraan yang kaku itu.

“Kompensasinya apa?”

“Sebagai rasa hormat dan tanda terima kasih, akan kuberikan sebuah ciuman.”

“Bagus, aku suka. Bagian mana yang akan kau cium?”

“Betis yang indah itu!”

“Hanya sebuah ciuman?”

“Seribu kali pun aku bersedia.”

Mbak Tia tersenyum manis dikulum. Ia berusaha manahan tawanya.

“Dan aku yang menentukan di bagian mana saja yang harus kau cium, OK?”

“Deal, my lady!”

“I like it!” kata Mbak Lia sambil bangkit dari sofa.

Ia melangkah ke mejanya lalu menarik kursinya hingga ke luar dari kolong mejanya yang besar. Setelah menghempaskan pinggulnya di atas kursi kursi kerjanya yang besar dan empuk itu, Mbak Lia tersenyum. Matanya berbinar-binar seolah menaburkan sejuta pesona birahi. Pesona yang membutuhkan sanjungan dan pujaan.

“Periksalah, Jhony. Berlutut di depanku!” Aku membisu. Terpana mendengar perintahnya.

“Kau tidak ingin memeriksanya, Jhony?” tanya Mbak Lia sambil sedikit merenggangkan kedua lututnya.

Sejenak, aku berusaha meredakan debar-debar jantungku. Aku belum pernah diperintah seperti itu. Apalagi diperintah untuk berlutut oleh seorang wanita. Bibir Mbak Lia masih tetap tersenyum ketika ia lebih merenggangkan kedua lututnya.

“Jhony, kau tahu warna apa yang tersembunyi di pangkal pahaku?” Aku menggeleng lemah, seolah ada kekuatan yang tiba-tiba merampas sendi-sendi di sekujur tubuhku.

Tatapanku terpaku ke dalam keremangan di antara celah lutut Mbak Lia yang meregang. Akhirnya aku bangkit menghampirinya, dan berlutut di depannya. Sebelah lututku menyentuh karpet. Wajahku menengadah. Mbak Tia masih tersenyum. Telapak tangannya mengusap pipiku beberapa kali, lalu berpindah ke rambutku, dan sedikit menekan kepalaku agar menunduk ke arah kakinya.

“Ingin tahu warnanya?” Aku mengangguk tak berdaya.

“Kunci dulu pintu itu,” katanya sambil menunjuk pintu ruang kerjanya. Dan dengan patuh aku melaksanakan perintahnya, kemudian berlutut kembali di depannya.

Mbak Lia menopangkan kaki kanannya di atas kaki kirinya. Gerakannya lambat seperti bermalas-malasan. Pada saat itulah aku mendapat kesempatan memandang hingga ke pangkal pahanya. Dan kali ini tatapanku terbentur pada secarik kain tipis berwarna putih. Pasti ia memakai G-String, kataku dalam hati. Sebelum paha kanannya benar-benar tertopang di atas paha kirinya, aku masih sempat melihat bulu-bulu ikal yang menyembul dari sisi-sisi celana dalamnya. Segitiga tipis yang hanya selebar kira-kira dua jari itu terlalu kecil untuk menyembunyikan semua bulu yang mengitari pangkal pahanya. Bahkan sempat kulirik bayangan lipatan bibir di balik segitiga tipis itu.

“Suka?” Aku mengangguk sambil mengangkat kaki kiri Mbak Lia ke atas lututku.

Ujung hak sepatunya terasa agak menusuk. Kulepaskan klip tali sepatunya. Lalu aku menengadah. Sambil melepaskan sepatu itu. Mbak Tia mengangguk. Tak ada komentar penolakan. Aku menunduk kembali. Mengelus-elus pergelangan kakinya. Kakinya mulus tanpa cacat. Ternyata betisnya yang berwarna gading itu mulus tanpa bulu halus. Tapi di bagian atas lutut kulihat sedikit ditumbuhi bulu-bulu halus yang agak kehitaman. Sangat kontras dengan warna kulitnya. Aku terpana. Mungkinkah mulai dari atas lutut hingga.., hingga.. Aah, aku menghembuskan nafas. Rongga dadaku mulai terasa sesak. Wajahku sangat dekat dengan lututnya. Hembusan nafasku ternyata membuat bulu-bulu itu meremang.

“Indah sekali,” kataku sambil mengelus-elus betisnya. Kenyal.

“Suka, Jhony?” Aku mengangguk.

“Tunjukkan bahwa kau suka. Tunjukkan bahwa betisku indah!”

Aku mengangkat kaki Mbak Lia dari lututku. Sambil tetap mengelus betisnya, kuluruskan kaki yang menekuk itu. Aku sedikit membungkuk agar dapat mengecup pergelangan kakinya. Pada kecupan yang kedua, aku menjulurkan lidah agar dapat mengecup sambil menjilat, mencicipi kaki indah itu. Akibat kecupanku, Mbak Lia menurunkan paha kanan dari paha kirinya. Dan tak sengaja, kembali mataku terpesona melihat bagian dalam kanannya. Karena ingin melihat lebih jelas, kugigit bagian bawah roknya lalu menggerakkan kepalaku ke arah perutnya. Ketika melepaskan gigitanku, kudengar tawa tertahan, lalu ujung jari-jari tangan Mbak Lia mengangkat daguku. Aku menengadah.

“Kurang jelas, Jhony?” Aku mengangguk.

Mbak Lia tersenyum nakal sambil mengusap-usap rambutku. Lalu telapak tangannya menekan bagian belakang kepalaku sehingga aku menunduk kembali. Di depan mataku kini terpampang keindahan pahanya. Tak pernah aku melihat paha semulus dan seindah itu. Bagian atas pahanya ditumbuhi bulu-bulu halus kehitaman. Bagian dalamnya juga ditumbuhi tetapi tidak selebat bagian atasnya, dan warna kehitaman itu agak memudar. Sangat kontras dengan pahanya yang berwarna gading.

Aku merinding. Karena ingin melihat paha itu lebih utuh, kuangkat kaki kanannya lebih tinggi lagi sambil mengecup bagian dalam lututnya. Dan paha itu semakin jelas. Menawan. Di paha bagian belakang mulus tanpa bulu. Karena gemas, kukecup berulang kali. Kecupan-kecupanku semakin lama semakin tinggi. Dan ketika hanya berjarak kira-kira selebar telapak tangan dari pangkal pahanya, kecupan-kecupanku berubah menjadi ciuman yang panas dan basah.

Sekarang hidungku sangat dekat dengan segitiga yang menutupi pangkal pahanya. Karena sangat dekat, walau tersembunyi, dengan jelas dapat kulihat bayangan bibir kewanitaannya. Ada segaris kebasahan terselip membayang di bagian tengah segitiga itu. Kebasahan yang dikelilingi rambut-rambut ikal yang menyelip dari kiri kanan G-stringnya. Sambil menatap pesona di depan mataku, aku menarik nafas dalam-dalam. Tercium aroma segar yang membuatku menjadi semakin tak berdaya. Aroma yang memaksaku terperangkap di antara kedua belah paha Mbak Lia. Ingin kusergap aroma itu dan menjilat kemulusannya.

Mbak Lia menghempaskan kepalanya ke sandaran kursi. Menarik nafas berulang kali. Sambil mengusap-usap rambutku, diangkatnya kaki kanannya sehingga roknya semakin tersingkap hingga tertahan di atas pangkal paha.

“Suka Jhony?”

“Hmm.. Hmm..!” jawabku bergumam sambil memindahkan ciuman ke betis dan lutut kirinya.

Lalu kuraih pergelangan kaki kanannya, dan meletakkan telapaknya di pundakku. Kucium lipatan di belakang lututnya. Mbak Lia menggelinjang sambil menarik rambutku dengan manja. Lalu ketika ciuman-ciumanku merambat ke paha bagian dalam dan semakin lama semakin mendekati pangkal pahanya, terasa tarikan di rambutku semakin keras. Dan ketika bibirku mulai mengulum rambut-rambut ikal yang menyembul dari balik G-stringnya, tiba-tiba Mbak Lia mendorong kepalaku.

Aku tertegun. Menengadah. Kami saling menatap. Tak lama kemudian, sambil tersenyum menggoda, Mbak Lia menarik telapak kakinya dari pundakku. Ia lalu menekuk dan meletakkan telapak kaki kanannya di permukaan kursi. Pose yang sangat memabukkan. Sebelah kaki menekuk dan terbuka lebar di atas kursi, dan yang sebelah lagi menjuntai ke karpet.

“Suka Jhony?”

“Hmm.. Hmm..!”

“Jawab!”

“Suka sekali!”

Pemandangan itu tak lama. Tiba-tiba saja Mbak Tia merapatkan kedua pahanya sambil menarik rambutku.

“Nanti ada yang melihat bayangan kita dari balik kaca. Masuk ke dalam, Jhony,” katanya sambil menunjuk kolong mejanya.

Aku terkesima. Mbak Tia merenggut bagian belakang kepalaku, dan menariknya perlahan. Aku tak berdaya. Tarikan perlahan itu tak mampu kutolak. Lalu Mbak Lia tiba-tiba membuka ke dua pahanya dan mendaratkan mulut dan hidungku di pangkal paha itu. Kebasahan yang terselip di antara kedua bibir kewanitaan terlihat semakin jelas. Semakin basah. Dan di situlah hidungku mendarat. Aku menarik nafas untuk menghirup aroma yang sangat menyegarkan. Aroma yang sedikit seperti daun pandan tetapi mampu membius saraf-saraf di rongga kepala.

“Suka Jhony?”

“Hmm.. Hmm..!”

“Sekarang masuk ke dalam!” ulangnya sambil menunjuk kolong mejanya. Situs Domino

Aku merangkak ke kolong mejanya. Aku sudah tak dapat berpikir waras. Tak peduli dengan segala kegilaan yang sedang terjadi. Tak peduli dengan etika, dengan norma-norma bercinta, dengan sakral dalam percintaan. Aku hanya peduli dengan kedua belah paha mulus yang akan menjepit leherku, jari-jari tangan lentik yang akan menjambak rambutku, telapak tangan yang akan menekan bagian belakang kepalaku, aroma semerbak yang akan menerobos hidung dan memenuhi rongga dadaku, kelembutan dan kehangatan dua buah bibir kewanitaan yang menjepit lidahku, dan tetes-tetes birahi dari bibir kewanitaan yang harus kujilat berulang kali agar akhirnya dihadiahi segumpal lendir orgasme yang sudah sangat ingin kucucipi.

Di kolong meja, Mbak Lia membuka kedua belah pahanya lebar-lebar. Aku mengulurkan tangan untuk meraba celah basah di antara pahanya. Tapi ia menepis tanganku.

“Hanya lidah, Jhony! OK?”

Aku mengangguk. Dan dengan cepat membenamkan wajahku di G-string yang menutupi pangkal pahanya. Menggosok-gosokkan hidungku sambil menghirup aroma pandan itu sedalam-dalamnya. Mbak Lia terkejut sejenak, lalu ia tertawa manja sambil mengusap-usap rambutku.

“Rupanya kau sudah tidak sabar ya, Jhony?” katanya sambil melingkarkan pahanya di leherku.

“Hm..!”

“Haus?”

“Hm!”

“Jawab, Jhony!” katanya sambil menyelipkan tangannya untuk mengangkat daguku. Aku menengadah.

“Haus!” jawabku singkat.

Tangan Mbak Lia bergerak melepaskan tali G-string yang terikat di kiri dan kanan pinggulnya. Aku terpana menatap keindahan dua buah bibir berwarna merah yang basah mengkilap. Sepasang bibir yang di bagian atasnya dihiasi tonjolan daging pembungkus clit yang berwarna pink. Aku termangu menatap keindahan yang terpampang persis di depan mataku.

“Jangan diam saja. Jhony!” kata Mbak Lia sambil menekan bagian belakang kepalaku.

“Hirup aromanya!” sambungnya sambil menekan kepalaku sehingga hidungku terselip di antara bibir kewanitaannya.

Pahanya menjepit leherku sehingga aku tak dapat bergerak. Bibirku terjepit dan tertekan di antara dubur dan bagian bawah vaginanya. Karena harus bernafas, aku tak mempunyai pilihan kecuali menghirup udara dari celah bibir kewanitaannya. Hanya sedikit udara yang dapat kuhirup, sesak tetapi menyenangkan. Aku menghunjamkan hidungku lebih dalam lagi. Mbak Lia terpekik. Pinggulnya diangkat dan digosok-gosokkannya dengan liar hingga hidungku basah berlumuran tetes-tetes birahi yang mulai mengalir dari sumbernya. Aku mendengus. Mbak Lia menggelinjang dan kembali mengangkat pinggulnya. Kuhirup aroma kewanitaannya dalam-dalam, seolah vaginanya adalah nafas kehidupannku.

“Fantastis!” kata Mbak Lia sambil mendorong kepalaku dengan lembut. Aku menengadah. Ia tersenyum menatap hidungku yang telah licin dan basah.

“Enak ‘kan?” sambungnya sambil membelai ujung hidungku.

“Segar!” Mbak Lia tertawa kecil.

“Kau pandai memanjakanku, Jhony. Sekarang, kecup, jilat, dan hisap sepuas-puasmu. Tunjukkan bahwa kau memuja ini,” katanya sambil menyibakkan rambut-rambut ikal yang sebagian menutupi bibir kewanitaannya.

“Jilat dan hisap dengan rakus. Tunjukkan bahwa kau memujanya. Tunjukkan rasa hausmu! Jangan ada setetes pun yang tersisa! Tunjukkan dengan rakus seolah ini adalah kesempatan pertama dan yang terakhir bagimu!”

Aku terpengaruh dengan kata-katanya. Aku tak peduli walaupun ada nada perintah di setiap kalimat yang diucapkannya. Aku memang merasa sangat lapar dan haus untuk mereguk kelembutan dan kehangatan vaginanya. Kerongkonganku terasa panas dan kering. Aku merasa benar-benar haus dan ingin segera mendapatkan segumpal lendir yang akan dihadiahkannya untuk membasahi kerongkongannku. Lalu bibir kewanitaannya kukulum dan kuhisap agar semua kebasahan yang melekat di situ mengalir ke kerongkonganku. Kedua bibir kewanitaannya kuhisap-hisap bergantian.

Kepala Mbak Lia terkulai di sandaran kursinya. Kaki kanannya melingkar menjepit leherku. Telapak kaki kirinya menginjak bahuku. Pinggulnya terangkat dan terhempas di kursi berulang kali. Sesekali pinggul itu berputar mengejar lidahku yang bergerak liar di dinding kewanitaannya. Ia merintih setiap kali lidahku menjilat clitnya. Nafasnya mengebu. Kadang-kadang ia memekik sambil menjambak rambutku.

“Ooh, ooh, Jhony! Jhony!” Dan ketika clitnya kujepit di antara bibirku, lalu kuhisap dan permainkan dengan ujung lidahku, Mbak Lia merintih menyebut-nyebut namaku..

“Jhony, nikmat sekali sayang.. Jhony! Ooh.. Jhony!”

Ia menjadi liar. Telapak kakinya menghentak-hentak di bahu dan kepalaku. Paha kanannya sudah tidak melilit leherku. Kaki itu sekarang diangkat dan tertekuk di kursinya. Mengangkang. Telapaknya menginjak kursi. Sebagai gantinya, kedua tangan Mbak Lia menjambak rambutku. Menekan dan menggerak-gerakkan kepalaku sekehendak hatinya.

“Jhony, julurkan lidahmuu! Hisap! Hisaap!”

Aku menjulurkan lidah sedalam-dalamnya. Membenamkan wajahku di vaginanya. Dan mulai kurasakan kedutan-kedutan di bibir vaginanya, kedutan yang menghisap lidahku, mengundang agar masuk lebih dalam. Beberapa detik kemudian, lendir mulai terasa di ujung lidahku. Kuhisap seluruh vaginanya. Aku tak ingin ada setetes pun yang terbuang. Inilah hadiah yang kutunggu-tunggu. Hadiah yang dapat menyejukkan kerongkonganku yang kering. Kedua bibirku kubenamkan sedalam-dalamnya agar dapat langsung menghisap dari bibir vaginanya yang mungil.

“Jhony! Hisap Jhony!”

Aku tak tahu apakah rintihan Mbak Lia dapat terdengar dari luar ruang kerjanya. Seandainya rintihan itu terdengar pun, aku tak peduli. Aku hanya peduli dengan lendir yang dapat kuhisap dan kutelan. Lendir yang hanya segumpal kecil, hangat, kecut, yang mengalir membasahi kerongkonganku. Lendir yang langsung ditumpahkan dari vagina Mbak Lia, dari pinggul yang terangkat agar lidahku terhunjam dalam.

“Oh, fantastis,” gumam Mbak Lia sambil menghenyakkan kembali pinggulnya ke atas kursinya.

Ia menunduk dan mengusap-usap kedua belah pipiku. Tak lama kemudian, jari tangannya menengadahkan daguku. Sejenak aku berhenti menjilat-jilat sisa-sisa cairan di permukaan kewanitaannya.

“Aku puas sekali, Jhony,” katanya. Kami saling menatap. Matanya berbinar-binar. Sayu. Ada kelembutan yang memancar dari bola matanya yang menatap sendu.

“Jhony.”

“Hm..”

“Tatap mataku, Jhony.” Aku menatap bola matanya.

“Jilat cairan yang tersisa sampai bersih”

“Hm..” jawabku sambil mulai menjilati vaginanya.

“Jangan menunduk, Jhony. Jilat sambil menatap mataku. Aku ingin melihat erotisme di bola matamu ketika menjilat-jilat vaginaku.”

Aku menengadah untuk menatap matanya. Sambil melingkarkan kedua lenganku di pinggulnya, aku mulai menjilat dan menghisap kembali cairan lendir yang tersisa di lipatan-lipatan bibir kewanitaannya.

“Kau memujaku, Jhony?”

“Ya, aku memuja betismu, pahamu, dan di atas segalanya, yang ini.., muuah!” jawabku sambil mencium kewanitaannya dengan mesra sepenuh hati.

Mbak Lia tersenyum manja sambil mengusap-usap rambutku.

Cerita Dewasa - Mantan Murid Kukentot



Cerita Dewasa - Lalu kurasakan tangannya menelusuri leherku, bulu kudukku meremang geli, aku mencoba bertahan, aku ingin tahu apa yang ingin dilakukannya terhadap tubuhku. Tak lama kemuadian aku merasakan tangannya meraba buah dadaku yang masih tertutup BH berwarna hitam, mula-mula ia cuma mengelus-elus, aku tetap diam sambil menikmati elusannya, lalu aku merasakan buah dadaku mulai diremas-remas, aku merasakan seperti ada sesuatu yang sedang bergejolak di dalam tubuhku, aku sudah lama merindukan sentuhan laki-laki dan kekasaran seorang pria. Aku memutuskan tetap diam sampai saatnya tiba.

Sekarang tangan Sandi sedang berusaha membuka kancing BH-ku dari depan, tak lama kemudian kurasakan tangan dingin pemuda itu meremas dan memilin puting susuku. Aku ingin merintih nikmat tapi nanti amalah membuatnya takut, jadi kurasakan remasannya dalam diam. Kurasakan tangannya gemetar saat memencet puting susuku, kulirik pelan, kulihat Sandi mendekatkan wajahnya ke arah buah dadaku. Lalu ia menjilat-jilat puting susuku, tubuhku ingin menggeliat merasakan kenikmatan isapannya, aku terus bertahan. Kulirik puting susuku yang berwarna merah tua sudah mengkilat oleh air liurnya, mulutnya terus menyedot puting susuku disertai gigitan-gigitan kecil. Perasaanku campur aduk tidak karuan, nikmat sekali.

Tangan kanan Sandi mulai menelusuri selangkanganku, lalu kurasakan jarinya meraba vaginaku yang masih tertutup CD, aku tak tahu apakah vaginaku sudah basah apa belum. Yang jelas jari-jari Sandi menekan-nekan lubang vaginaku dari luar CD, lalu kurasakan tangannya menyusup masuk ke dalam CD-ku. Jantungku berdetak keras sekali, kurasakan kenikmatan menjalari tubuhku. Jari-jari Sandi mencoba memasuki lubang vaginaku, lalu kurasakan jarinya amblas masuk ke dalam, wah nikmat sekali. Aku harus mengakhiri Sandiwaraku, aku sudah tak tahan lagi, kubuka mataku sambil menyentakkan tubuhku.

“Sandi!! Ngapain kamu?”

Aku berusaha bangun duduk, tapi tangan Sandi menekan pundakku dengan keras. Tiba-tiba Sandi mecium mulutku secepat kilat, aku berusaha memberontak dengan mengerahkan seluruh tenagaku. Tapi Sandi makin keras menekan pundakku, malah sekarang pemuda itu menindih tubuhku, aku kesulitan bernapas ditindih tubuhnya yang besar dan kekar berotot. Kurasakan mulutnya kembali melumat mulutku, lidahnya masuk ke dalam mulutku, tapi aku pura-pura menolak.

“Bu.., maafkan saya. Sudah lama saya ingin merasakan ini, maafkan saya Bu… ” Sandi melepaskan ciumannya lalu memandangku dengan pandangan meminta.

“Kamu kan bisa denagan teman-teman kamu yang masih muda. Ibukan sudah tua,” Ujarku lembut.

“Tapi saya sudah tergila-gila dengan Bu Asmi.. Saat SD saya sering mengintip BH yang Ibu gunakan… Saya akan memuaskan Ibu sepuas-puasnya,” jawab Sandi.

“Ah kamu… Ya sudah terserah kamu sajalah”

Aku pura-pura menghela napas panjang, padahal tubuhku sudah tidak tahan ingin dijamah olehnya.

Lalu Sandi melumat bibirku dan pelan-pelan aku meladeni permainan lidahnya. Kedua tangannya meremas-remas pantatku. Untuk membuatnya semakin membara, aku minta izin ke WC yang ada di dalam kamar tidurku. Di dalam kamar mandi, kubuka semua pakaian yang ada di tubuhku, kupandangi badanku di cermin. Benarkah pemuda seperti Sandi terangsang melihat tubuhku ini? Perduli amat yang penting aku ingin merasakan bagaimana sich bercinta dengan remaja yang masih panas.

Keluar dari kamar mandi, Sandi persis masuk kamar. Matanya terbeliak melihat tubuh sintalku yang tidak berpenutup sehelai benangpun.

“Body Ibu bagus banget.. ” dia memuji sembari mengecup putting susuku yang sudah mengeras sedari tadi. Tubuhku disandarkannya di tembok depan kamar mandi. Lalu diciuminya sekujur tubuhku, mulai dari pipi, kedua telinga, leher, hingga ke dadaku. Sepasang payudara montokku habis diremas-remas dan diciumi. Putingku setengah digigit-gigit, digelitik-gelitik dengan ujung lidah, juga dikenyot-kenyot dengan sangat bernafsu.

“Ibu hebat…,” desisnya.

“Apanya yang hebat..?” Tanyaku sambil mangacak-acak rambut Sandi yang panjang seleher.

“Badan Ibu enggak banyak berubah dibandingkan saya SD dulu” Katanya sambil terus melumat puting susuku. Nikmat sekali.

“Itu karena Ibu teratur olahraga” jawabku sembari meremas tonjolan kemaluannya. Dengan bergegas kuloloskan celana hingga celana dalamnya. Mengerti kemauanku, dia lalu duduk di pinggir ranjang dengan kedua kaki mengangkang. DIbukanya sendiri baju kaosnya, sementara aku berlutut meraih batang penisnya, sehingga kini kami sama-sama bugil.

Agak lama aku mencumbu kemaluannya, Sandi minta gantian, dia ingin mengerjai vaginaku.

“Masukin aja yuk, Ibu sudah ingin ngerasain penis kamu San!” Cegahku sambil menciumnya.

Sandi tersenyum lebar. “Sudah enggak sabar ya ?” godanya. Situs Domino

“Kamu juga sudah enggak kuatkan sebenarnya San,” Balasku sambil mencubit perutnya yang berotot.

Sandi tersenyum lalu menarik tubuhku. Kami berpelukan, berciuman rapat sekali, berguling-guling di atas ranjang. Ternyata Sandi pintar sekali bercumbu. Birahiku naik semakin tinggi dalam waktu yang sangat singkat. Terasa vaginaku semakin berdenyut-denyut, lendirku kian membanjir, tidak sabar menanti terobosan batang kemaluan Sandi yang besar.

Berbeda dengan suamiku, Sandi nampaknya lebih sabar. Dia tidak segera memasukkan batang penisnya, melainkan terus menciumi sekujur tubuhku. Terakhir dia membalikkan tubuhku hingga menelungkup, lalu diciuminya kedua pahaku bagian belakang, naik ke bongkahan pantatku, terus naik lagi hingga ke tengkuk. Birahiku menggelegak-gelegak.

Sandi menyelipkan tangan kirinya ke bawah tubuhku, tubuh kami berimpitan dengan posisi aku membelakangi Sandi, lalu diremas-remasnya buah dadaku. Lidahnya terus menjilat-jilat tengkuk, telinga, dan sesekali pipiku. Sementara itu tangan kanannya mengusap-usap vaginaku dari belakang. Terasa jari tengahnya menyusup lembut ke dalam liang vaginaku yang basah merekah.

“Vagina Ibu bagus, tebel, pasti enak ‘bercinta’ sama Ibu…,” dia berbisik persis di telingaku. Suaranya sudah sangat parau, pertanda birahinya pun sama tingginya dengan aku. Aku tidak bisa bereaksi apapun lagi. Kubiarkan saja apapun yang dilakukan Sandi, hingga terasa tangan kanannya bergerak mengangkat sebelah pahaku.

Mataku terpejam rapat, seakan tak dapat lagi membuka. Terasa nafas Sandi semakin memburu, sementara ujung lidahnya menggelitiki lubang telingaku. Tangan kirinya menggenggam dan meremas gemas buah dadaku, sementara yang kanan mengangkat sebelah pahaku semakin tinggi. Lalu…, terasa sebuah benda tumpul menyeruak masuk ke liang vaginaku dari arah belakang. Oh, my God, dia telah memasukkan rudalnya…!!!

Sejenak aku tidak dapat bereaksi sama sekali, melainkan hanya menggigit bibir kuat-kuat. Kunikmati inci demi inci batang kemaluan Sandi memasuki liang vaginaku. Terasa penuh, nikmat luar biasa.

“Oohh…,” sesaat kemudian aku mulai bereaksi tak karuan. Tubuhku langsung menggerinjal-gerinjal, sementara Sandi mulai memaju mundurkan tongkat wasiatnya. Mulutku mulai merintih-rintih tak terkendali.

“Saann, penismu enaaak…!!!,” kataku setengah menjerit.

Sandi tidak menjawab, melainkan terus memaju mundurkan rudalnya. Gerakannya cepat dan kuat, bahkan cenderung kasar. Tentu saja aku semakin menjerit-jerit dibuatnya. Batang penisnya yang besar itu seperti hendak membongkar liang vaginaku sampai ke dasar.

“Oohh…, toloongg.., gustii…!!!”

Sandi malah semakin bersemangat mendengar jerit dan rintihanku. Aku semakin erotis.

“Aahh, penismu…, oohh, aarrghh…, penismuu…, oohh…!!!”

Sandi terus menggecak-gecak. Tenaganya kuat sekali, apalagi dengan batang penis yang luar biasa keras dan kaku. Walaupun kami bersetubuh dengan posisi menyamping, nampaknya Sandi sama sekali tidak kesulitan menyodokkan batang kemaluannya pada vaginaku. Orgasmeku cepat sekali terasa akan meledak.

“Ibu mau keluar! Ibu mau keluaaar!!” aku menjerit-jerit.

“Yah, yah, yah, aku juga, aku juga! Enak banget ‘bercinta’ sama Ibu!” Sandi menyodok-nyodok semakin kencang.

“Sodok terus, Saann!!!… Yah, ooohhh, yahh, ugghh!!!”

“Teruuss…, arrgghh…, sshh…, ohh…, sodok terus penismuuu…!”

“Oh, ah, uuugghhh… ”

“Enaaak…, penis kamu enak, penis kamu sedap, yahhh, teruuusss…”

Pada detik-detik terakhir, tangan kananku meraih pantat Sandi, kuremas bongkahan pantatnya, sementara paha kananku mengangkat lurus tinggi-tinggi. Terasa vaginaku berdenyut-denyut kencang sekali. Aku orgasme!

Sesaat aku seperti melayang, tidak ingat apa-apa kecuali nikmat yang tidak terkatakan. Mungkin sudah ada lima tahun aku tak merasakan kenikmatan seperti ini. Sandi mengecup-ngecup pipi serta daun telingaku. Sejenak dia membiarkan aku mengatur nafas, sebelum kemudian dia memintaku menungging. Aku baru sadar bahwa ternyata dia belum mencapai orgasme.

Kuturuti permintaan Sandi. Dengan agak lunglai akibat orgasme yang luar biasa, kuatur posisi tubuhku hingga menungging. Sandi mengikuti gerakanku, batang kemaluannya yang besar dan panjang itu tetap menancap dalam vaginaku.

Lalu perlahan terasa dia mulai mengayun pinggulnya. Ternyata dia luar biasa sabar. Dia memaju mundurkan gerak pinggulnya satu-dua secara teratur, seakan-akan kami baru saja memulai permainan, padahal tentu perjalanan birahinya sudah cukup tinggi tadi.

Aku menikmati gerakan maju-mundur penis Sandi dengan diam. Kepalaku tertunduk, kuatur kembali nafasku. Tidak berapa lama, vaginaku mulai terasa enak kembali. Kuangkat kepalaku, menoleh ke belakang. Sandi segera menunduk, dikecupnya pipiku.

“San.. Kamu hebat banget.. Ibu kira tadi kamu sudah hampir keluar,” kataku terus terang.

“Emangnya Ibu suka kalau aku cepet keluar?” jawabnya lembut di telingaku. Situs Domino

Aku tersenyum, kupalingkan mukaku lebih ke belakang. Sandi mengerti, diciumnya bibirku. Lalu dia menggenjot lebih cepat. Dia seperti mengetahui bahwa aku mulai keenakan lagi. Maka kugoyang-goyang pinggulku perlahan, ke kiri dan ke kanan.

Sandi melenguh. Diremasnya kedua bongkah pantatku, lalu gerakannya jadi lebih kuat dan cepat. Batang kemaluannya yang luar biasa keras menghunjam-hunjam vaginaku. Aku mulai mengerang-erang lagi.

“Oorrgghh…, aahh…, ennaak…, penismu enak bangeett… Ssann!!”

Sandi tidak bersuara, melainkan menggecak-gecak semakin kuat. Tubuhku sampai terguncang-guncang. Aku menjerit-jerit. Cepat sekali, birahiku merambat naik semakin tinggi. Kurasakan Sandi pun kali ini segera akan mencapai klimaks. Maka kuimbangi gerakannya dengan menggoyangkan pinggulku cepat-cepat. Kuputar-putar pantatku, sesekali kumajumundurkan berlawanan dengan gerakan Sandi. Pemuda itu mulai mengerang-erang pertanda dia pun segera akan orgasme.

Tiba-tiba Sandi menyuruhku berbalik. Dicabutnya penisnya dari kemaluanku. Aku berbalik cepat. Lalu kukangkangkan kedua kakiku dengan setengah mengangkatnya. Sandi langsung menyodokkan kedua dengkulnya hingga merapat pada pahaku. Kedua kakiku menekuk mengangkang. Sandi memegang kedua kakiku di bawah lutut, lalu batang penisnya yang keras menghunjam mulut vaginaku yang menganga.

“Aarrgghhh…!!!” aku menjerit.

“Aku hampir keluar!” Sandi bergumam. Gerakannya langsung cepat dan kuat. Aku tidak bisa bergoyang dalam posisi seperti itu, maka aku pasrah saja, menikmati gecakan-gecakan keras batang kemaluan Sandi. Kedua tanganku mencengkeram sprei kuat-kuat.

“Terus, Sayang…, teruuusss…!”desahku.

“Ooohhh, enak sekali…, aku keenakan…, enak ‘bercinta’ sama Ibu!” Erang Sandi

“Ibu juga, Ibu juga, vagina Ibu keenakaan…!” Balasku.

“Aku sudah hampir keluar, Buu…, vagina Ibu enak bangeet… ”

“Ibu juga mau keluar lagi, tahan dulu! Teruss…, yaah, aku juga mau keluarr!”

“Ah, oh, uughhh, aku enggak tahan, aku enggak tahan, aku mau keluaaar…!”

“Yaahh teruuss, sodok teruss!!! Ibu enak enak, Ibu enak, Saann…, aku mau keluar, aku mau keluar, vaginaku keenakan, aku keenakan ‘bercinta’ sama kamu…, yaahh…, teruss…, aarrgghh…, ssshhh…, uughhh…, aarrrghh!!!”

Tubuhku mengejang sesaat sementara otot vaginaku terasa berdenyut-denyut kencang. Aku menjerit panjang, tak kuasa menahan nikmatnya orgasme. Pada saat bersamaan, Sandi menekan kuat-kuat, menghunjamkan batang kemaluannya dalam-dalam di liang vaginaku.

“Oohhh…!!!” dia pun menjerit, sementara terasa kemaluannya menyembur-nyemburkan cairan mani di dalam vaginaku. Nikmatnya tak terkatakan, indah sekali mencapai orgasme dalam waktu persis bersamaan seperti itu.

Lalu tubuh kami sama-sama melunglai, tetapi kemaluan kami masih terus bertautan. Sandi memelukku mesra sekali. Sejenak kami sama-sama sIbuk mengatur nafas.

“Enak banget,” bisik Sandi beberapa saat kemudian.

“Hmmm…” Aku menggeliat manja. Terasa batang kemaluan Sandi bergerak-gerak di dalam vaginaku.

“Vagina Ibu enak banget, bisa nyedot-nyedot gitu…”

“Apalagi penis kamu…, gede, keras, dalemmm…”

Sandi bergerak menciumi aku lagi. Kali ini diangkatnya tangan kananku, lalu kepalanya menyusup mencium ketiakku. Aku mengikik kegelian. Sandi menjilati keringat yang membasahi ketiakku. Geli, tapi enak. Apalagi kemudian lidahnya terus menjulur-julur menjilati buah dadaku.

Sandi lalu menetek seperti bayi. Aku mengikik lagi. Putingku dihisap, dijilat, digigit-gigit kecil. Kujambaki rambut Sandi karena kelakuannya itu membuat birahiku mulai menyentak-nyentak lagi. Sandi mengangkat wajahnya sedikit, tersenyum tipis, lalu berkata,

“Aku bisa enggak puas-puas ‘bercinta’ sama Ibu… Ibu juga suka kan?”

Aku tersenyum saja, dan itu sudah cukup bagi Sandi sebagai jawaban. Alhasil, seharian itu kami bersetubuh lagi. Setelah break sejenak di sore hari malamnya Sandi kembali meminta jatah dariku. Sedikitnya malam itu ada 3 ronde tambahan yang kami mainkan dengan entah berapa kali aku mencapai orgasme. Yang jelas, keesokan paginya tubuhku benar-benar lunglai, lemas tak bertenaga.

Hampir tidak tidur sama sekali, tapi aku tetap pergi ke sekolah. Di sekolah rasanya aku kuyu sekali. Teman-teman banyak yang mengira aku sakit, padahal aku justru sedang happy, sehabis bersetubuh sehari semalam dengan bekas muridku yang perkasa.

Tuesday, December 25, 2018

Cerita Dewasa - Perawan Pembantuku


Cerita Dewasa - Kulihat bibi tidur tidak berselimut, karena biarpun kamar bibi memakai AC, tapi kelihatan AC-nya diatur agar tidak terlalu dingin. Posisi tidur bibi telentang dan bibi hanya memakai baju daster merah muda yang tipis.

Dasternya sudah terangkat sampai di atas perut, sehingga terlihat CD mini yang dikenakannya berwarna putih tipis, sehingga terlihat belahan kemaluan bibi yang ditutupi oleh rambut hitam halus kecoklat-coklatan.

Buah dada bibi yang tidak terlalu besar tapi padat itu terlihat samar-samar di balik dasternya yang tipis, naik turun dengan teratur.Walaupun dalam posisi telentang, tapi buah dada bibi terlihat mencuat ke atas dengan putingnya yang coklat muda kecil. Melihat pemandangan yang menggairahkan itu aku benar-benar terangsang hebat.

Dengan cepat kemaluanku langsung bereaksi menjadi keras dan berdiri dengan gagahnya, siap tempur. Perlahan-lahan kuberjongkok di samping tempat tidur dan tanganku secara hati-hati kuletakkan dengan lembut pada belahan kemaluan bibi yang mungil itu yang masih ditutupi dengan CD.

Perlahan-lahan tanganku mulai mengelus-elus kemaluan bibi dan juga bagian paha atasnya yang benar-benar licin putih mulus dan sangat merangsang.Terlihat bibi agak bergeliat dan mulutnya agak tersenyum, mungkin bibi sedang mimpi, sedang becinta dengan paman. Aku melakukan kegiatanku dengan hati-hati takut bibi terbangun.

Perlahan-lahan kulihat bagian CD bibi yang menutupi kemaluannya mulai terlihat basah, rupanya bibi sudah mulai terangsang juga. Dari mulutnya terdengar suara mendesis perlahan dan badannya menggeliat-geliat perlahan-lahan. Aku makin tersangsang melihat pemandangan itu.Cepat-cepat kubuka semua baju dan CD-ku, sehingga sekarang aku bertelanjang bulat. Penisku yang 19 cm itu telah berdiri kencang menganguk-angguk mencari mangsa.

Dan aku membelai-belai buah dadanya, dia masih tetap tertidur saja. Aku tahu bahwa puting dan klitoris bibiku tempat paling suka dicumbui, aku tahu hal tersebut dari film-film bibiku. Lalu tanganku yang satu mulai gerilya di daerah vaginanya. Kemudian perlahan-lahan aku menggunting CD mini bibi dengan gunting yang terdapat di sisi tempat tidur bibi.Sekarang kemaluan bibi terpampang dengan jelas tanpa ada penutup lagi.

Perlahan-lahan kedua kaki bibi kutarik melebar, sehingga kedua pahanya terpentang. Dengan hati-hati aku naik ke atas tempat tidur dan bercongkok di atas bibi. Kedua lututku melebar di samping pinggul bibi dan kuatur sedemikian rupa supaya tidak menyentuh pinggul bibi. Tangan kananku menekan pada kasur tempat tidur, tepat di samping tangan bibi, sehingga sekarang aku berada dalam posisi setengah merangkak di atas bibi.Tangan kiriku memegang batang penisku. Perlahan-lahan kepala penisku kuletakkan pada belahan bibir kemaluan bibi yang telah basah itu. Kepala penisku yang besar itu kugosok-gosok dengan hati-hati pada bibir kemaluan bibi.

Terdengar suara erangan perlahan dari mulut bibi dan badannya agak mengeliat, tapi matanya tetap tertutup. Akhirnya kutekan perlahan-lahan kepala kemaluanku membelah bibir kemaluan bibi.Sekarang kepala kemaluanku terjepit di antara bibir kemaluan bibi. Dari mulut bibi tetap terdengar suara mendesis perlahan, akan tetapi badannya kelihatan mulai gelisah. Aku tidak mau mengambil resiko, sebelum bibi sadar, aku sudah harus menaklukan kemaluan bibi dengan menempatkan posisi penisku di dalam lubang vagina bibi.

Sebab itu segera kupastikan letak penisku agar tegak lurus pada kemaluan bibi. Dengan bantuan tangan kiriku yang terus membimbing penisku, kutekan perlahan-lahan tapi pasti pinggulku ke bawah, sehingga kepala penisku mulai menerobos ke dalam lubang kemaluan bibi.Kelihatan sejenak kedua paha bibi bergerak melebar, seakan-akan menampung desakan penisku ke dalam lubang kemaluanku.

Badannya tiba-tiba bergetar menggeliat dan kedua matanya mendadak terbuka, terbelalak bingung, memandangku yang sedang bertumpu di atasnya. Mulutnya terbuka seakan-akan siap untuk berteriak. Dengan cepat tangan kiriku yang sedang memegang penisku kulepaskan dan buru-buru kudekap mulut bibi agar jangan berteriak.

Karena gerakanku yang tiba-tiba itu, posisi berat badanku tidak dapat kujaga lagi, akibatnya seluruh berat pantatku langsung menekan ke bawah, sehingga tidak dapat dicegah lagi penisku menerobos masuk ke dalam lubang kemaluan bibi dengan cepat.Badan bibi tersentak ke atas dan kedua pahanya mencoba untuk dirapatkan, sedangkan kedua tangannya otomatis mendorong ke atas, menolak dadaku. Dari mulutnya keluar suara jeritan, tapi tertahan oleh bekapan tangan kiriku.”Aauuhhmm.. aauuhhmm.. hhmm..!” desahnya tidak jelas.

Kemudian badannya mengeliat-geliat dengan hebat, kelihatan bibi sangat kaget dan mungkin juga kesakitan akibat penisku yang besar menerobos masuk ke dalam kemaluannya dengan tiba-tiba.Meskipun bibi merontak-rontak, akan tetapi bagian pinggulnya tidak dapat bergeser karena tertekan oleh pinggulku dengan rapat.

Karena gerakan-gerakan bibi dengan kedua kaki bibi yang meronta-ronta itu, penisku yang telah terbenam di dalam vagina bibi terasa dipelintir-pelintir dan seakan-akan dipijit-pijit oleh otot-otot dalam vagina bibi. Hal ini menimbulkan kenikmatan yang sukar dilukiskan.Karena sudah kepalang tanggung, maka tangan kananku yang tadinya bertumpu pada tempat tidur kulepaskan. Sekarang seluruh badanku menekan dengan rapat ke atas badan bibi, kepalaku kuletakkan di samping kepala bibi sambil berbisik kekuping bibi.

“Bii.., bii.., ini aku Eric. Tenang bii.., sshheett.., shhett..!” bisikku. Situs Domino

Bibi masih mencoba melepaskan diri, tapi tidak kuasa karena badannya yang mungil itu teperangkap di bawah tubuhku. Sambil tetap mendekap mulut bibi, aku menjilat-jilat kuping bibi dan pinggulku secara perlahan-lahan mulai kugerakkan naik turun dengan teratur.Perlahan-lahan badan bibi yang tadinya tegang mulai melemah.Kubisikan lagi ke kuping bibi,

“Bii.., tanganku akan kulepaskan dari mulut bibi, asal bibi janji jangan berteriak yaa..?”Perlahan-lahan tanganku kulepaskan dari mulut bibi.Kemudian Bibi berkata,

“Riic.., apa yang kau perbuat ini..? Kamu telah memperkosa Bibi..!”Aku diam saja, tidak menjawab apa-apa, hanya gerakan pinggulku makin kupercepat dan tanganku mulai memijit-mijit buah dada bibi, terutama pada bagian putingnya yang sudah sangat mengeras.Rupanya meskipun wajah bibi masih menunjukkan perasaan marah, akan tetapi reaksi badannya tidak dapat menyembunyikan perasaannya yang sudah mulai terangsang itu.

Melihat keadaan bibi ini, tempo permainanku kutingkatkan lagi.Akhirnya dari mulut bibi terdengar suara, “Oohh.., oohh.., sshh.., sshh.., eemm.., eemm.., Riicc.., Riicc..!”Dengan masih melanjutkan gerakan pinggulku, perlahan-lahan kedua tanganku bertumpu pada tempat tidur, sehingga aku sekarang dalam posisi setengah bangun, seperti orang yang sedang melakukan push-up.Dalam posisi ini, penisku menghujam kemaluan bibi dengan bebas, melakukan serangan-serangan langsung ke dalam lubang kemaluan bibi.

Kepalaku tepat berada di atas kepala bibi yang tergolek di atas kasur. Kedua mataku menatap ke bawah ke dalam mata bibi yang sedang meram melek dengan sayu. Dari mulutnya tetap terdengar suara mendesis-desis. Selang sejenak setelah merasa pasti bahwa bibi telah dapat kutaklukan, aku berhenti dengan kegiatanku. Setelah mencabut penisku dari dalam kemaluan bibi, aku berbaring setengah tidur di samping bibi.

Sebelah tanganku mengelus-elus buah dada bibi terutama pada bagian putingnya.

“Eehh.., Ric.., kenapa kau lakukan ini kepada bibimu..!” katanya.Sebelum menjawab aku menarik badan bibi menghadapku dan memeluk badan mungilnya dengan hati-hati, tapi lengket ketat ke badan.

Bibirku mencari bibinya, dan dengan gemas kulumat habis. Woowww..! Sekarang bibi menyambut ciumanku dan lidahnya ikut aktif menyambut lidahku yang menari-nari di mulutnya.Selang sejenak kuhentikan ciumanku itu.Sambil memandang langsung ke dalam kedua matanya dengan mesra, aku berkata, ”

Bii.. sebenarnya aku sangat sayang sekali sama Bibi, Bibi sangat cantik lagi ayu..!”Sambil berkata itu kucium lagi bibirnya selintas dan melanjutkan perkataanku, “Setiaap kali melihat Bibi bermesrahan dengan Paman, aku kok merasa sangat cemburu, seakan-akan Bibi adalah milikku, jadi Bibi jangan marah yaa kepadaku, ini kulakukan karena tidak bisa menahan diri ingin memiliki Bibi seutuhnya.”

Selesai berkata itu aku menciumnya dengan mesra dan dengan tidak tergesa-gesa.Ciumanku kali ini sangat panjang, seakan-akan ingin menghirup napasnya dan belahan jiwanya masuk ke dalam diriku. Ini kulakukan dengan perasaan cinta kasih yang setulus-tulusnya. Rupanya bibi dapat juga merasakan perasaan sayangku padanya, sehingga pelukan dan ciumanku itu dibalasnya dengan tidak kalah mesra juga.

Beberapa lama kemudian aku menghentikan ciumanku dan aku pun berbaring telentang di samping bibi, sehingga bibi dapat melihat keseluruhan badanku yang telanjang itu.”Iih.., gede banget barang kamu Ricc..! Itu sebabnya tadi Bibi merasa sangat penuh dalam badan Bibi.” katanya, mungkin punyaku lebih besar dari punya paman.Lalu aku mulai memeluknya kembali dan mulai menciumnya.

Ciumanku mulai dari mulutnya turun ke leher dan terus kedua buah dadanya yang tidak terlalu besar tapi padat itu. Pada bagian ini mulutku melumat-lumat dan menghisap-hisap kedua buah dadanya, terutama pada kedua ujung putingnya berganti-ganti, kiri dan kanan.Sementara aksiku sedang berlangsung, badan bibi menggeliat-geliat kenikmatan. Dari mulutnya terdengar suara mendesis-desis tidak hentinya.

Aksiku kuteruskan ke bawah, turun ke perutnya yang ramping, datar dan mulus. Maklum, bibi belum pernah melahirkan. Bermain-main sebentar disini kemudian turun makin ke bawah, menuju sasaran utama yang terletak pada lembah di antara kedua paha yang putih mulus itu.Pada bagian kemaluan bibi, mulutku dengan cepat menempel ketat pada kedua bibir kemaluannya dan lidahku bermain-main ke dalam lubang vaginanya.

Mencari-cari dan akhirnya menyapu serta menjilat gundukan daging kecil pada bagian atas lubang kemaluannya. Segera terasa badan bibi bergetar dengan hebat dan kedua tangannya mencengkeram kepadaku, menekan ke bawah disertai kedua pahanya yang menegang dengan kuat. Situs Domino

Keluhan panjang keluar dari mulutnya, “Oohh.., Riic.., oohh.. eunaakk.. Riic..!”Sambil masih terus dengan kegiatanku itu, perlahan-lahan kutempatkan posisi badan sehingga bagian pinggulku berada sejajar dengan kepala bibi dan dengan setengah berjongkok. Posisi batang kemaluanku persis berada di depan kepala bibi. Rupanya bibi maklum akan keinginanku itu, karena terasa batang kemaluanku dipegang oleh tangan bibi dan ditarik ke bawah. Kini terasa kepala penis menerobos masuk di antara daging empuk yang hangat.

Ketika ujung lidah bibi mulai bermain-main di seputar kepala penisku, suatu perasaan nikmat tiba-tiba menjalar dari bawah terus naik ke seluru badanku, sehingga dengan tidak terasa keluar erangan kenikmatan dari mulutku.Dengan posisi 69 ini kami terus bercumbu, saling hisap-mengisap, jilat-menjilat seakan-akan berlomba-lomba ingin memberikan kepuasan pada satu sama lain.

Beberapa saat kemudian aku menghentikan kegiatanku dan berbaring telentang di samping bibi. Kemudian sambil telentang aku menarik bibi ke atasku, sehingga sekarang bibi tidur tertelungkup di atasku. Badan bibi dengan pelan kudorong agak ke bawah dan kedua paha bibi kupentangkan.

Kedua lututku dan pantatku agak kunaikkan ke atas, sehingga dengan terasa penisku yang panjang dan masih sangat tegang itu langsung terjepit di antara kedua bibir kemaluan bibi.Dengan suatu tekanan oleh tanganku pada pantat bibi dan sentakan ke atas pantatku, maka penisku langsung menerobos masuk ke dalam lubang kemaluan bibi. Amblas semua batangku.”Aahh..!” terdengar keluhan panjang kenikmatan keluar dari mulut bibi.Aku segera menggoyang pinggulku dengan cepat karena kelihatan bahwa bibi sudah mau klimaks.

Bibi tambah semangat juga ikut mengimbangi dengan menggoyang pantatnya dan menggeliat-geliat di atasku. Kulihat wajahnya yang cantik, matanya setengah terpejam dan rambutnya yang panjang tergerai, sedang kedua buah dadanya yang kecil padat itu bergoyang-goyang di atasku.Ketika kulihat pada cermin besar di lemari, kelihatan pinggul bibi yang sedang berayun-ayun di atasku. Batang penisku yang besar sebentar terlihat sebentar hilang ketika bibi bergerak naik turun di atasku. Hal ini membuatku jadi makin terangsang.

Tiba-tiba sesuatu mendesak dari dalam penisku mencari jalan keluar, hal ini menimbulkan suatu perasaan nikmat pada seluruh badanku. Kemudian air maniku tanpa dapat ditahan menyemprot dengan keras ke dalam lubang vagina bibi, yang pada saat bersamaan pula terasa berdenyut-denyut dengan kencangnya disertai badannya yang berada di atasku bergetar dengan hebat dan terlonjak-lonjak.

Kedua tangannya mendekap badanku dengan keras.Pada saat bersamaan kami berdua mengalami orgasme dengan dasyat. Akhirnya bibi tertelungkup di atas badanku dengan lemas sambil dari mulut bibi terlihat senyuman puas.”Riic.., terima kasih Ric. Kau telah memberikan Bibi kepuasan sejati..!”Setelah beristirahat, kemudian kami bersama-sama ke kamar mandi dan saling membersihkan diri satu sama lain.

Sementara mandi, kami berpelukan dan berciuman disertai kedua tangan kami yang saling mengelus-elus dan memijit-mijit satu sama lain, sehingga dengan cepat nafsu kami terbangkit lagi. Dengan setengah membopong badan bibi yang mungil itu dan kedua tangan bibi menggelantung pada leherku,

kedua kaki bibi kuangkat ke atas melingkar pada pinggangku dan dengan menempatkan satu tangan pada pantat bibi dan menekan, penisku yang sudah tegang lagi menerobos ke dalam lubang kemaluan bibi.”Aaughh.. oohh.. oohh..!” terdengar rintihan bibi sementara aku menggerakan-gerakan pantatku maju-mundur sambil menekan ke atas.Dalam posisi ini, dimana berat badan bibi sepenuhnya tertumpu pada kemaluannya yang sedang terganjel oleh penisku, maka dengan cepat bibi mencapai klimaks.

“Aaduhh.. Riic.. Biibii.. maa.. maa.. uu.. keluuar.. Riic..!” dengan keluhan panjang disertai badannya yang mengejang, bibi mencapai orgasme, dan selang sejenak terkulai lemas dalam gendonganku.Dengan penisku masih berada di dalam lubang kemaluan bibi, aku terus membopongnya. Aku membawa bibi ke tempat tidur.

Dalam keadaan tubuh yang masih basah kugenjot bibi yang telah lemas dengan sangat bernafsu, sampai aku orgasme sambil menekan kuat-kuat pantatku. Kupeluk badan bibi erat-erat sambil merasakan airmaniku menyemprot-nyemprot, tumpah dengan deras ke dalam lubang kemaluan bibi, mengisi segenap relung-relung di dalamnya.

Cerita Dewasa - Ngentot Sama Cewek Malaysia



Cerita Dewasa - Ini adalah kisah ngentot atau cerita dewasa seks dari negeri Jiran Malaysia. Mengisahkan petualangan seks seorang pria di warga Malaysia yang bersetubuh dengan wanita yang tak lain adalah isteri dari orang lain yang membuat nafsu birahinya tinggi. Selengkapnya, silahkan simak cerita lengkapnya berikut ini!
Ini adalah kisah diri aku. Sebagaimana kebanyakan lelaki lain, aku mempunyai nafsu terhadap perempuan. Yalah, lelaki mana yang tidak, kecuali yang gay sahaja. Tetapi nafsu aku ini bukannya pada anak dara sunti, tetapi pada perempuan yang telah berkahwin pada isteri orang lain. Nak tahu kenapa? Aku pun tak tahu. Mungkin sebab thrill untuk memikat perempuan yang telah berpunya. Kalau anak dara tu senang lekat sebab dia pun sedang mencari jugak.

Isteri orang ni lagi susah nak tackle, dan apabila dah dapat bukannya boleh bawak keluar sesuka hati di taman. Kena sorok-sorok dan senyap-senyap dari pengetahuan suaminya dan masyarakat yang lain. It is the thrills and the adventures of cheating with another man’s wife are the ones that made it really erotic. Aku mula mengenali nafsuku ini bila aku bertemu Zarina, isteri rakan karibku Kamal, semasa kami belajar di overseas.

Zarina ni memang cantik orangnya. Kulitnya yang sawo matang beserta dengan rupa paras gadis kampung Melayu menyebabkan aku geram padanya dan menambahkan keinginan untuk aku take up the challenge untuk memikatnya. Obsesi aku terhadap Zarina semakin membuak dari hari ke hari. Setiap malam, aku teringatkan wajahnya. Aku sanggup mengumpul gambar-gambarnya yang aku ambil tanpa pengetahuannya dengan menggunakan kamera zoom aku, dan kemudian merenung gambarnya itu setiap malam sambil melancap batang zakar aku sehingga ke klimaksnya sambil berfantasi seolah-olah aku menyetubuhi Zarina.

Tahun berganti tahun. Kami semua telah pulang ke Malaysia sibuk dengan karier masing-masing. Zarina dan Kamal telah mempunyai tiga orang anak, dan aku pula telah mempunyai seorang girlfriend bernama Linda. Walaupun sibuk dengan tugas masing-masing, kami sentiasa membuat gathering setiap hujung minggu: semua rakan-rakan akan berkumpul di rumah masing-masing mengikut giliran dari minggu ke minggu. Setiap gathering, aku mendekati Zarina, mencium perfume yang dipakainya dan menghidu rambutnya tanpa disedari olehnya, suaminya mahupun rakan-rakan yang lain.

Kadangkala, aku akan mengambil gambar group kami (kononnya), tetapi sebenarnya aku zoom kamera hanya pada Zarina seorang. Hubunganku dengan Linda adalah intim hanyalah sebab aku berfantasi bahawa Linda itu adalah Zarina. Setiap kali aku meniduri Linda, aku memejamkan mataku dan menganggap yang aku sebenarnya sedang menjamah tubuh Zarina. Walaupun kadang-kala aku memanggil nama “Ina” semasa aku sedang bersetubuh dengan Linda, dia tidak perasan kerana nama mereka hampir sama. Sehinggalah satu hari apabila Linda mengajak aku berkahwin, aku sedar bahawa selama ini aku telah menipunya-yang aku telah menggunakannya untuk memuaskan nafsu aku sendiri.

Aku tidak boleh mengahwini Linda kerana aku tidak mencintainya-dan aku tidak boleh membiarkan dirinya ditipu lagi. Aku mengambil keputusan untuk break-off dengan Linda. Dia mula-mula tidak dapat menerimanya dan menjadi emotional. Hampir dua bulan dia mengamok. What a mess. Tapi akhirnya, dia dapat menerima hakikat bahawa aku benar-benar tidak mencintainya. Dalam salah satu dari gathering biasa kami, Zarina terus meluru kepadaku..

“Jantan apa kau ni Faris? Setelah sedap kau tebuk dia, kau sanggup tinggalkannya begitu saja?” Zarina dengan lantangnya mempertahankan kaum wanita sejenis dengannya.
“I have my reasons, Zarina” aku jawab perlahan.
“Reasons? And what reasons might that be?” jawabnya dengan nada yang marah.
“Yang aku nampak, engkau hanyalah seorang yang irresposible!” Aku tidak menjawab.
“Well?” sambung Zarina. Aku masih menyepi. Jawapan yang ada masih rahsia kecuali pada diriku sahaja.
“Let’s go, Kamal” Zarina memberitahu suaminya.
“I don’t want to be around this filth!” Semasa mereka meninggalkan gathering tu, Kamal menepuk bahuku..
“Gimmie a call if you want to talk about it” Situs Domino

Malam itu aku tidak dapat tidur. Fikiran dah berserabut. Keesokkan harinya, aku tidak menghubungi Kamal, tetapi isterinya..

“Ina, I need to talk to you”.
“I have nothing to listen to you” Zarina menjawab ringkas.
“You want to listen to this”, aku membalas.
“Kalau kau nak tahu reasons why I dump Linda, jumpa aku waktu lunch nanti”

Semasa lunch, aku bawa Zarina ke sebuah restoran di Kuala Lumpur.

“Kenapa baru sekarang nak beri tahu?” Zarina bersuara sebaik sahaja kami duduk di meja makan.
“Semalam masa I tanyakan pada you, apasal senyap?”
“Sebab I only want to give the reasons to you” jawabku.
“To me?” Zarina memotong ayatku.
“I rasa the rest of us pun has the right to know”
“Shut up and listen” Jawabku tegas.

Zarina menyandarkan diri di atas kerusinya sambil menyimpul kedua belah tangannya. Aku mengambil nafas panjang.

“Okay, kau nak tahu sangat kenapa I dump Linda, well this is the answer.” Aku merenung terus ke dalam matanya.
“Zarina, ever since the first time I’ve saw you, I have been crazy about you. Setiap malam aku teringatkan kau, I have been fantasising with your pictures. Ya, Zarina, aku melancap setiap malam dengan gambar-gambar kau. Linda? She is nothing but a tool for my fantasy. Setiap kali aku mengucup bibirnya, bibir kau sebenarnya yang aku kucup. Setiap kali aku mengusap rambutnya, menjilat lehernya, merapa badannya, itu semuanya sebenarnya adalah perbuatanku pada kau. And everytime I fucked her, it is you whom I’m really fucking”

Muka Zarina terus pucat, tangannya menggeletar mendengar kata-kata lucah yang baru aku ucapkan padanya. Dia kemudian meletakkan tangannya ke atas meja. Aku terus mencapainya. Apabila aku memegang tangannya, dia terkejut dan menariknya balik. Zarina kemudian bangun dari kerusinya, masih dalam keadaan terkejut sambil berkata..

“I, I have to.. Go..” Aku terus mengekorinya keluar dari restoran tersebut. Zarina terus menahan sebuah teksi yang berhampiran. Aku dengan pantas memegang tangannya.
“Let me go, you sick bastard!” dia menjerit.
“Everything I said to you is the truth, Zarina. I want you”
“I am a married woman! I am married to your best friend!”
“I don’t care.”
“I am a mother of three children! I have a wonderful husband and a perfect family”
“I still don’t care.” Air mata mengalir keluar dari mata Zarina.
“Let me go, please” jawabnya perlahan.

Aku melepaskan tangannya. Dia terus masuk ke dalam teksi dan mengarahkan pemandu itu beredar dari situ dengan segera. Zarina menutup matanya dengan tangannya sambil menangis. Selepas insiden itu, aku tidak berjumpa Zarina selama hampir sebulan. Setiap kali ada gathering, Zarina tidak ikut Kamal sekali.

“Mana bini kau, Mal?” tanya Azlan, kawanku.
“Tak sihatlah, ada kat rumah jaga budak-budak” jawab Kamal selamba.
“Hai, takkan tiga minggu tak sihat, mengandung lagi ke?” Azlan berjenaka.
“Taklah, I think three is enough” jawab Kamal sambil tersenyum.
“You alright?” aku menghampiri Kamal
“Sejak dua tiga minggu ni aku nampak kau muram semacam je”
“I’m fine, well” Kamal menarik nafas panjang.
“Sebenarnya tak jugak.”
“What happened?” aku menanya.
“Tak tahulah, Faris. Sejak dua tiga minggu ni, Zarina asyik naik angin je. Itu tak kenalah, ini tak kena lah.” Kamal memulakan ceritanya.
“Ina ada beritahu kau sebabnya?” aku memberanikan diri bertanya.
“Tak pulak, itu yang aku bengang tu. Mood dia ni unpredictable lah.” Kamal menggelengkan kepalanya.
“Next week turn rumah kau pulak. Hopefully, kita orang dapat cheer her up” aku menjawab.

Sebenarnya memang aku rindukan Zarina. Aku memang looking forward nak berjumpa dia minggu berikutnya. Aku dah tak kisah pada apa yang aku cakapkan padanya masa di restoran tempoh hari. Setiap hari aku mengira waktu bila akan dapat berjumpa dengannya. Walaupun aku boleh berjumpa dengannya secara personal di pejabatnya, tapi aku mengambil keputusan untuk tunggu hingga gathering rumah Kamal.

Pada hari tersebut, aku segaja melambatkan diri. Aku mahu lihat reaksi Zarina apabila aku sampai. Apabila tiba di rumah Kamal, semua rakan-rakan telah berada di situ. All the guys tengah melepak kat living hall sementara yang ladies tengah sibuk berceloteh di dining. Budak-budak kecik pulak tengah asyik bermain di luar rumah. Aku perasan Zarina bersama mereka. Mula-mula dia kelihatan tenang, tapi setelah sedar bahawa aku berada di dalam rumahnya, dia nampak semakin gelisah.

Sepanjang malam itu, aku mencuri-curi bermain mata dengan Zarina tanpa pengetahuan Kamal dan rakan-rakan yang lain. Setiap kali ada seseorang buat lawak, aku akan merenung Zarina dengan tajam. Zarina makin lama makin tak senang duduk. Dia beralih dari satu tempat ke satu tempat, bermain-main dengan tangannya yang kadangkala semakin menggeletar. Ada kalanya matanya akan bertemu dengan mataku, tetapi dengan pantasnya dia akan cuba mengalihkan perhatiannya ke tempat lain. Akhirnya Zarina semakin gelisah dan masuk terus ke dapur.

“Mal, aku nak tumpang tandas kau sekejap lah” kataku pada Kamal sambil berjalan menuju ke dapur rumahnya.
“Haa.. Ada kat belakang tu.” jawab Kamal sambil melayan rakan-rakan yang tak kering gusi berjenaka.

Aku masuk ke dalam dapur dan mendapati Zarina berada di situ sedang menyiapkan air untuk para tetamunya. Aku dengan perlahan menutup pintu dapur supaya rakan-rakan di luar tidak nampak kami berdua.

“What the hell are you doing in my house?” Zarina menanya dengan nada yang marah bercampur gelisah.
“Suami kau yang ajak aku sini. Aku datanglah.” aku jawab selamba saja.

Ina terus senyap. Dia terus membuat kerjanya di dapur membancuh air. Tetapi jelas bahawa dia tak dapat nak concentrate dengan apa yang dia lakukannya sendiri. Aku mendekatkan diriku kepadanya dari belakang secara pelan-pelan.

“Aku dengar kau ada gaduh dengan laki kau?” aku bisik di telinganya. Zarina tersentak sekejap. Air yang disediakannya tertumpah sedikit ke dalam sinki dapurnya.
“Kalau iya pun, it’s none of your fucking business” Zarina menjawab.
“No, Zarina. I think it’s all got to do with my fucking business” jawabku kembali.

Aku kemudian dengan perlahan-lahan memeluk pinggannya dari belakang. Zarina dengan pantas meletakkan dulang gelas-gelas minuman yang disediakannya di atas dapur dan terus berpusing menghadapku sambil tangannya cuba untuk menolak dadaku keluar.

“Faris! Get you bloody hands off me!” Zarina meninggikan suaranya kepadaku sambil bergelut untuk melepaskan dirinya dari pelukanku.
“Or what?” aku bertanya sambil tensenyum sinis.

Aku menguatkan lagi pelukanku pada Zarina. Inilah pertama kalinya aku mendapat rasa tubuh Zarina yang sekian lama aku idamkan. Dalam sekelip mata sahaja, batang zakar aku menjadi keras dan tegang. Aku mengalihkan tangan kananku dari pinggang Zarina ke punggungnya dan kemudian meramas sambil menekan punggungnya itu ke arahku sehingga batang zakar aku yang keras itu menekan celah kangkangnya.

“Faris!” Zarina mula panik
“Kalau kau tak lepaskan aku, aku akan jerit sekuat-kuatnya!” dia mengugut.
“Nak jerit?” aku mengacahnya.
“Jeritlah. Jerit sekuat-kuat hati kau. Biar suami kau dan rakan-rakan kita semua tahu yang kau dan aku sedang berpelukan dengan intim dalam dapur kau ni.”

Zarina dah mati akal. Tenaga yang ada pada dirinya tidak cukup kuat untuk melepaskan dirinya dari pelukanku yang semakin kuat. Air matanya bergelinangan.

“Faris!” suaranya semakin sebak.
“What the hell do you want?”
“Kan aku dah beritahu kau tempoh hari. I want you” aku terus menjawab.

Kemudian tangan kiriku terus memegang belakang kepalanya dan menariknya ke arahku. Aku terus mengucupnya dengan kucupan yang paling berahi. Apabila mulut kami bertemu, Zarina semakin panik. Dia cuba untuk bergelut melepaskan dirinya tetapi tidak terdaya. Dia juga cuba menjerit di dalam mulutku.

“Hhmm!! Mmnn!! Mnnggh!!” suaranya ditenggelami di dalam kucupanku.

Apabila Zarina cuba menjerit, mulutnya terbuka sedikit dan aku dengan pantas mengambil kesempatan itu untuk menjulurkan lidahku ke dalam mulutnya sambil meraba-raba lidahnya. Kucupanku pada Zarina semakin berahi apabila aku menolak ke seluruh badan Zarina dengan tubuhku sendiri ke belakang menyebabkan dia hampir jatuh ke lantai, tetapi belakang badannya tersentak pada sinki dapurnya.

Aku mengangkat keseluruh badan Zarina dan menyandarkannya pada sinki tersebut. Kakinya sekarang tidak lagi terjejak pada lantai. Semuanya ini dilakukan tanpa aku melepaskan mulutku dari mulutnya. Oleh kerana tubuh badan Zarina sekarang berada tersepit di antara tubuhku dan sinki dapurnya, kedua belah tanganku sekarang bebas bergerak. Tangan kiriku terus mencapai buah dada kiri Zarina dan aku meramasnya dengan penuh nafsu, sementara tangan kananku pula menyelak kain Zarina dan terus meramas faraj di celah kakinya.

Apabila aku menjumpai seluar dalam Zarina, aku cuba menariknya keluar. Zarina terus bergelut. Kemudian aku menyeluk tangan kananku ke dalam seluar dalamnya dan terus meraba sambil meramas faraj Zarina. Dalam pada aku sedang menanggalkan seluar dalam Zarina, tiba-tiba suara Kamal kedengaran dari luar dapur..

“Ina, Ina. Are you in there, sayang?”

Setelah mendengar suara suaminya yang akan masuk ke dapur, Zarina semakin panik..

“Mmaarggh!! Uurggh!!” jeritnya sambil memukul-mukul aku dengan tangannya.

Aku melepaskan mulutku dari mulut Zarina. Air liur dari kedua-dua mulut kami melimpah turun ke dagu dan leher Zarina. Aku dengan pantasnya mengangkat diri aku dari tubuh Zarina apabila aku mendengar tombol pintu dapur dipusing. Aku terus bergerak ke arah bilik belakang. Oleh kerana Zarina sebelum ini tidak mempunyai sokongan tempat untuk dia berdiri, dia terus terjatuh ke atas lantai apabila aku melepaskannya dia. Dengan pantas dia bangun menghadap sinki apabila pintu dapur dibuka. Dia tidak sempat untuk menarik balik seluar dalam yang tersangkut di lututnya tetapi dia sempat untuk memperbetulkan kainnya menutup kakinya semula. Buah dara kirinya lagi masih terkeluar dari baju dalamnya.

“Sayang, apa yang you buat dalam dapur lama ni?” jenguk Kamal kepada isterinya.
“Tak ada apa-apa Bang, Ina cuma nak buat air je ni” jawab Zarina sambil membelakangkan suaminya.

Keadaannya di hadapannya memang kusut. Mulut, dagu dan lehernya penuh dengan air liur kami berdua, buah dada kirinya masih tergantung keluar dari bajunya dan beberapa butang bajunya juga terlucut. Air matanya bergelinangan keluar.

“Cepatlah sikit, ramai orang yang haus ni” tegur Kamal yang langsung tidak sedar apa yang telah terjadi pada isterinya itu.

Kamal kemudiannya keluar dari dapur tersebut. Aku melihat Zarina dari dalam bilik belakang. Dia melepaskan nafas yang panjang dan kemudian tercungap-cungap menangis. Apabila dia sedar yang aku sedang merenungnya, dia berhenti menangis dan membalas renunganku tetapi dengan perasaan yang benci. Sambil pendangannya tidak berganjak dari mataku, dia menarik semula seluar dalamnya ke atas, memperbetulkan buah dadanya ke dalam branya dan membutangkan semula bajunya. Aku mengampirinya dengan perlahan.

“Apa lagi yang kau nak?” suara Zarina antara kedengaran dan tidak.
“Dah puas meraba isteri orang?” sambungnya.
“Belum,” jawabku ringkas.

Aku terus meninggalkan dapur itu. Malam itu aku tersenyum di atas katilku. Di dalam fikiranku, aku cuba bayangkan apa yang sedang berlegar di dalam kepala otak Zarina pada ketika ini. Sanggupkah dia memberitahu Kamal tentang apa yang berlaku pada dirinya siang tadi? Aku rasa tidak. Kalau ada sudah tentu dia memberi amaran kepada Kamal tentangku sejak insiden di restoran tempoh hari. Keesokkan paginya, aku menghubungi pejabat Zarina.

“Minta maaf, encik,” jawab receptionist pejabatnya.
“Puan Zarina ambik MC Hari ini”

Aku pun bergegas ambil emergency leave and terus pergi ke rumah Zarina. Apabila aku sampai di rumahnya lebih kurang jam 9.30 pagi, aku dapati yang dia baru pulang dari menghantar ketiga-tiga anaknya ke taska. Sebaik sahaja Zarina perasan kehadiranku, dia terus berlari masuk ke dalam rumahnya. Aku terus mengejarnya dan sempat menolak pintu rumahnya terbuka sebelum dia dapat menutupnya. Apabila telah masuk aku terus mengunci pintu rumahnya dari dalam. Aku kemudiannya terus menghampiri Zarina. Pada mulanya dia cuba berundur dua tiga tapak bila aku mendekatinya, tetapi langkahku kebih panjang menyebabkan aku dapat mencapainya dengan senang. Aku terus memeluk tubuh badannya dengan erat.

“Faris” Zarina memulakan kata-kata.
“Aku tidak berdaya nak melawan kau.. Tolonglah lepaskan aku” dia merayu.
“Tidak,” jawabku.

Aku mengusap rambutnya dengan perlahan sambil merenung terus ke dalam matanya. Rupa Zarina comot betul pagi itu. Inilah pertama kalinya aku melihat Zarina tanpa sebarang make-up pun padanya. Rambutnya tidak terurus, matanya masih merah akibat kekurangan tidur, pipinya berbekas air mata yang telah kering. Selalunya aku akan bau wangian perfume di badannya, tetapi pagi ini badannya yang belum mandi itu berbau masam, sementara nafas mulutnya masih berbau air liur basi semalam. Tetapi yang anehnya, shalwat aku semakin berahi. Nafsuku terhadap Zarina semakin memuncak.

Aku melihat tubuh badan Zarina dan menghidu bau badannya sebagaimana keadaan semula jadinya, bukannya berselindung di sebalik topeng kosmetik atau wangi-wangian tiruan. Aku dengan perlahan merendahkan mulutku dan terus mengucupnya dengan perlahan dan penuh kasih sayang.. Tidak seperti yang aku lakukan semalam. Pada mulanya, apabila bibir kami bertemu, Zarina tersentak sebentar kerana menyangka yang aku akan mengasarinya. Tetapi setelah merasai kelembutan kucupan yang berbeza itu, tubuh badannya semakin relaks. Setelah hampir dua minit kami berkucupan, Zarina dengan perlahan menarik mulutnya keluar.

“Jangan, Faris” ulanginya.
“Kalau Kamal dapat tahu tentang perkara ni he will kill us both”
“He won’t find out”, aku membalas.

Aku mengucup bibirnya kembali. Kali ini Zarina merelakan kucupanku. Dengan perlahan dia memeluk leherku. Aku pun mengangkat dan mendukung tubuh badannya naik ke tingkat atas rumahnya. Aku terus mendukungnya masuk ke dalam bilik tidurnya dan dengan perlahan membaringkan tubuhnya di atas katilnya. Sepanjang perbuatan ini, aku tidak sekalipun melepaskan kucupanku itu. Setelah membaringkan Zarina di atas katilnya, aku duduk sebentar sebelahnya dan melihat tubuh badannya dari atas sehingga ke bawah.

“God, you are so sexy,” bisikku padanya.

Aku kemudiannya membaringkan tubuhku di atas tubuhnya dan kami berpelukkan dengan penuh erat sambil mulut kami bercantum semula. Aku membelai tubuh badannya dengan perlahan-lahan. Aku telah menanti saat untuk meniduri Zarina bertahun-tahun lamanya, jadi aku tidak akan tergopoh-gapah melayannya. Setelah hampir sepuluh minit kami berpelukan dan berkucupan di atas katil itu, aku mengalihkan mulut dan lidahku pada bahagian-bahagian lain di badannya. Mula-mula aku menjilat pipinya dan telinganya. Tanganku pula aku alihkan pada kedua-dua payudaranya dan meramas-ramasnya dengan perlahan.

“Sayang,” aku bisik ke dalam telinganya.
“Hmm” jawab Zarina dengan manja sambil matanya tertutup menikmati foreplay yang sedang aku berikan padanya.
“Aku mahukan tubuhmu, sayang” sambungku sambil menjilat-jilat telinganya. Tanganku dengan perlahan membuka butang baju tidurnya.
“Oohh” Zarina mengerang dengan perlahan.

Apabila aku telah dapat membuka menanggalkan pakaian tidurnya, aku terus mengalihkan mulutku ke bawah dengan perlahan-mula-mula pada lehernya, dan kemudian dengan perlahan aku menjilat dadanya sehinggalah sampai kepada payudaranya. Akupun memasukkan payudara Zarina ke dalam mulutku dan menghisap sekuat hati.

“Aarrgh” jerit kecil Zarina. Situs Slot Online

Aku dapat merasakan susu dari payudaranya keluar, masuk ke dalam mulutku. Tetapi aku tidak menelan susu itu. Sebaliknya aku membiarkan ia meleleh keluar dari mulutku membasahi payudara Zarina. Dalam beberapa minit, kedua-dua payudara Zarina basah dengan keputihan susunya sendiri. Aku kemudiannya menurunkan mulutku dan menjilat perutnya, sambil kedua tanganku mula untuk menanggalkan seluar tidurnya.

Apabila seluarnya telah tanggal, maka tiada lagilah seutas benang lagi di atas tubuhnya. Buat pertama kalinya aku dapat melihat apa yang aku cuba fantasikan sejak bertahun-tahun: tubuh badan Zarina yang bogel. Bentuk tubuh badan Zarina sebenarnya tidaklah sebegitu hebat seperti yang aku selalu mimpikan. Kedua-dua payudaranya sudah tidak tegang lagi, sementara lubang farajnya juga agak besar dan bibir farajnya terjuntai keluar. Jika nak dibandingkan dengan faraj Linda dan masih merah dan muda, faraj Zarina sudah coklat dan berkedut.

Iya lah, inilah rupanya bekas orang-entah berapa ribu kali Kamal menyetubuhi Zarina dalam jangka waktu perkahwinan mereka, termasuk juga tiga orang bayi yang telah keluar melalui lubang itu. Tapi aku tidak sedikitpun kisah tentang semua ini. Kalau aku mahukan yang fresh, tentu aku tidak tinggalkan Linda yang masih muda. Dengan perlahan aku menyelak bibir faraj Zarina sambil menghidu bau lubangnya yang kuat dan tebal. Tetapi bagi aku, bau faraj seorang wanita adalah bau yang paling romantik yang pernah aku hidu. Aku memasukkan lidahku ke dalam lubang farajnya dengan perlahan.

“Mm.. Mm..” Zarina mengerang dengan manja sambil mengigit bibir bawahnya sambil menikmati oral sex yang sedang aku berikan kepadanya.

Sambil aku menjilat farajnya, sambil itu aku menanggalkan baju dan seluarku. Kami sekarang tidak mempunyai sehelai pakaian pun menutupi tubuh kami. Aku meneruskan jilatanku di sekitar dinding lubang farajnya sehingga air mazinya dan air liurku membasahi keseluruhan farajnya. Rasa air mazinya dan farajnya berbeza dengan Linda. Zarina punya lebih kelat dan pekat berbanding Linda yang lebih masin. Aku hilang pengiraan waktu semasa aku berada di celah kangkang Zarina itu.

Aku rasa aku menghabiskan masa lebih dari lima belas minit menjilat farajnya itu. Aku kemudiannya mengalih mulutku ke biji kelentitnya pula. Aku mengulum kelentit Zarina sambil menyedut dengan perlahan. Lidahku bermain-main dihujung kelentit nya. Kaki Zarina semakin gelisah dan suaranya semakin kuat mengerang.

“Oohh.. Mmggh.. Huurgh ” bunyinya setiap kali aku menjilat kelentitnya.

Tangannya sekarang sedang meramas rambutku. Aku memasukkan jariku ke dalam lubag faraj Zarina sambil mulutku masih bermain-main dengan kelentitnya. Dengan perlahan aku memasukkan jari-jariku masuk ke dalam farajnya sehingga aku menjumpai G-spotnya. Apabila jari tengahku dapat menyentuh G-Spotnya, dengan spontannya badan Zarina kejang dan dia menjerit kuat, “Aarrgh!!” Aku terus menggosokkan jariku ke G-Spotnya sehinggalah dia mencapai klimaks.

“Oohh!! Faris!! Fariiss!!” jeritnya sambil badannya terangkat ke atas dan segala ototnya kejang seketika.

Air maninya mengalir keluar dari farajnya membasahi keseluruhan tanganku. Setelah tamat klimaksnya yang panjang itu, badannya rebah kembali ke atas katil. Peluh dari tubuhnya menitik keluar. Aku pun bangun dari celah kangkang Zarina dan merenung matanya.

“Faris” sebut Zarina dengan nada yang keletihan.
“Belum habis lagi, sayang. I’m going to fuck you” jawabku.

Aku memegang batang zakarku yang tegang dan keras itu dan memasukkannya ke dalam lubang faraj Zarina. Setelah kepala zakarku telah masuk ke dalam lubang farajnya, aku menyandarkan badanku di atas badan Zarina dan mengucup bibirnya berkali-kali. Sambil itu, aku memulakan pendayungan. Mula-mula dayungan aku perlahan dan lembut. Waktu ini aku dapat rasa yang lubang faraj Zarina agak longgar jika dibandingkan dengan lubang Linda.

Oleh kerana lubangnya penuh dengan air maninya sendiri, setiap kali aku menghunus batang aku dalam ke lubangnya, bunyi kocakkan air maninya kuat seperti bunyi memukul air dengan belati. Air faraj Zarina melimpah keluar membasahi cadar katilnya. Aku kemudiannya mengangkat kedua-dua kaki Zarina ke menolaknya atas katil. Lubangnya farajnya terbuka lebih luas dan aku dapat menghunus batang aku jauh ke dalam.

“Oohh oohh. Oohh oohh!!” jerit Zarina setiap kali aku mengunus batangku ke dalam.

Aku mengangkat punggung Zarina dan menyorongkan sebuah bantal di bawahnya, kemudian menolak kedua-dua kaki Zarina sehingga kepala lututnya berada di sebelah telinganya. Batang zakar aku sekarang dapat bergesel dengan dinding depan farajnya dan betul-betul jauh ke dalam. Kepala zakar aku menjumpai G-spotnya dan aku terus mendayung dengan lebih laju ke arah itu. Nikmatnya sungguh lazat sekali bagi aku dan juga Zarina. Aku tidak pernah merasa kelazatan seks yang begitu indah sekali sebagaimana yang aku sedang menikmatinya. Dan aku tahu yang Zarina pun merasai kenikmatan tersebut apabila dia meramas dan menarik punggungku dan mempercepatkan dayungan batangku ke dalam farajnya.

“Oo Faris sedapnya oo” Zarina semakin hampir pada klimaksnya yang kedua.
“Faster Faris I’m coming, I’m cummiingg!! Aarrghh!!”

Badannya kejang semula sambil melonjak ke atas. Tangannya meronta-ronta seperti orang yang sedang lemas di dalam air, mulutnya tercungap-cungap seperti orang yang kekurangan udara, dan matanya terpejam kuat sehingga menitis air matanya. Kemudian badannya rebah semula ke atas katil.

“Oohh oohh” suaranya semakin perlahan.

Katil itu basah dengan peluh kami berdua, sementara air maninya mencurah-curah di antara celah kangkangnya. Tetapi aku masih belum selesai lagi dengan Zarina. Aku meluruskan semula kakinya untuk merapatkan lubang farajnya. Dayungan batang aku semakin laju dan kuat. Batang zakar aku sekarang bergesel dengan kuat pada kesemua dinding farajnya sambil air mencurah-curah keluar. Aku dapat merasakan yang kedua-dua telor aku sudah penuh dengan air mani dan menunggu masa untuk terpancut keluar.

“Sayang.. Sayang, I’m gonna cum inside you. I’m gonna cum inside you now. Now.. NOW!!” Dengan sekuat hatiku, aku memancutkan air maniku terus ke dalam rahimnya.
“Uugghh! Uugghh! Uughh!!” jeritku dengan setiap pancutan panas spermaku.

Zarina klimaks lagi buat kali ketiga apabila rahimnya telah dibanjiri oleh air mani panasku. Sekarang kedua-dua badan kami rebah di atas katil yang basah dan berbau seks itu. Kami mengambil nafas panjang sambil berkucup-kucupan dengan penuh berahi. Aku memeluk Zarina dengan begitu erat sekali.

“Sayang, you were wonderful. I love you so much ” aku ucapkannya kepadanya sambil tidak berhenti-henti mengucupnya.
“Faris,” jawab Zarina manja.
“That was the BEST fuck I ever had in my life” sambungnya sambil tersenyum.

Akupun senyum padanya kembali. Saat itulah yang aku tahu bahawa walaupun Zarina adalah isteri Kamal, tetapi dia sekarang adalah milikku. Zarina meletakkan kepalanya di atas dadaku sambil memejamkan matanya dan menarik nafas panjang. Tidak sampai lima minit, dia kemudiannya tertidur dalam pelukanku. Aku merenung Zarina untuk seketika sebelum aku pun menidurkan diriku bersamanya. Aku tidak melepaskan pelukanku yang erat sepanjang masa aku menidurinya.

Apabila kami bangun dari tidur, jam telah menunjukkan pukul dua belas tengah hari. Oleh kerana kami tidak memasang air-con bilik tersebut pada awal pagi tadi, badan kami basah dengan peluh masing-masing akibat panas cuaca tengah hari. Bau bilik tidur Zarina tidak ubah seperti bau sarang pelacuran. Seperti biasa, batang zakar aku keras dan tegang selepas aku tidur. Zarina yang perasan kekerasan batang aku itu menyahut pelawaannya.

Dia memanjat duduk ke atas badanku yang sedang telentang di atas katil dan memegang batang zakar aku dengan tangannya. Kemudian, dia mengangkangkan kakinya di atas batang zakar aku dan dengan perlahan menurunkan badannya ke bawah. Batang zakar aku yang semakin keras itu dengan perlahan dimasukkannya ke dalam lubang faraj yang sedang lapar itu. Kali ini giliran Zarina pula yang mengambil control. Pada awalnya, pergerakkannya turun naik adalah perlahan sambil dia memperbetulkan posisinya supaya batang zakar aku bergesel dengan G-Spotnya. Apabila dia telah mencapai posisi yang selesa, lonjakkannya turun-naik semakin laju dan semakin kuat.

“Eerrghh!! Eergghh!! Eerghh!!” jeritan Zarina lebih liar berbanding sesi pagi tadi.

Semakin lama semakin lemas Zarina dalam kenikmatan seks kami. Aku terpaksa memegang pinggangnya untuk memberbetulkan balancenya supaya dia tidak terjatuh dari lonjakannya yang liar itu. Kedua-dua payudaranya melonjak naik turun mengikut rhythm badannya seperti belon yang berisi air. Rambutnya yang panjang terbang melayang. Peluhnya memercik turun dengan seperti air hujan.

Setelah hampir sepuluh belas minit Zarina menunggangku seperi menunggang seekor kuda liar, akhirnya kami berdua sampai ke klimaks hampir serentak. Badannya kejang seperti orang kena kejutan elektrik dan kemudian rebah jatuh ke atas badanku keletihan. Walaupun sesi seks kami kali ini hanyalah beberapa minit sahaja, tetapi keletihannya jauh lebih dirasai dari pagi tadi. Setelah kembali dengan tenaga masing-masing, kami turun ke bawah dan Zarina menyediakan spaghetti bolognese untuk makanan tengahari.

Dia hanya berpakaian baju tidurnya tanpa berseluar dan aku pula hanya memakai seluar dalamku. Sepanjang makan tengahari, kami bermain-main dengan spaghetti kami dengan permainan erotik. Kadangkala aku sengaja menumpahkan speghetti aku ke atas payudara dan farajnya dan kemudian menjilat-jilatnya semula ke dalam mulutku. Zarina pun berbuat perkara yang sama ke atas batang zakarku. Dalam sekejap masa sahaja, kami dalam keadaan berbogel semula dalam posisi 69 menikmati kemaluan masing-masing di atas lantai dapurnya.

Aku memancutkan air mani aku ke dalam mulutnya dan dia menyedut dan menelan setiap titik. Kemudian, Zarina membertahu aku bahawa inilah kali pertama dia merasai air mani seorang lelaki. Selama ini, Kamal tidak pernah mengajarnya dengan oral sex. Setelah habis ‘makan tengahari’, kami bergerak ke living hallnya pula. Zarina memasang CD “Kenny G” dan kami saling beramas-ramasan, kucup-berkucupan dan menjilat-jilat antara satu sama lain di atas kerusi panjang. Apabila keadaan kembali menjadi hangat semula, kami menyambung sesi 69 di atas karpet rumahnya.

Kami akhirnya jatuh tidur kepenatan di atas karpet rumah Zarina bertatapkan kemaluan masing-masing. Jam empat petang, aku dikejutkan oleh Zarina..

“Bangun Faris. You have to go,” jelasnya.
“Aku terpaksa ambil anak-anakku dari nursery lepas tu Kamal akan pulang. Tapi sebelum tu, tolong aku kemas”

Aku menolong Zarina mengemas dapur dan bilik tidurnya. Cadarnya penuh dengan tompokkan air-air seks kami. Zarina terus menukar cadar katil dengan cadar yang baru. Setelah selesai mengemas bilik tidur, kami akhirnya masuk ke dalam bilik air untuk mandi. Kami memandikan dan menyabun diri masing-masing dengan gerakan yang erotik di bawah aliran air shower. Keadaan menjadi semakin erotik dan kami bersetubuh buat kali kelima di dalam shower itu. Setelah selesai membersihkan diri masing-masing, aku mengenakan pakaianku semula dan bersiap sedia untuk pulang.

“Thank you kerana sudi spent time with me today, sayang,” aku ucapkan kepadanya semasa aku hendak keluar.
Zarina tersenyum, “Well, it’s not that I have a choice, do I?”.

Aku tertawa dengan sindirannya. Dengan perlahan aku mengucup bibirnya sekali lagi dan mengucapkan goodbye. Mulai dari saat itu, perhubungan aku dengan Zarina lebih erat dari suami isteri lagi. Hampir setiap hari aku menyetubuhinya. Samada aku akan akan pejabatnya waktu lunch break atau dia akan menemuiku. Tak kiralah samada di bilik setor, di pantry, di dalam tandas, mahupun di dalam bilik bos, kami akan melepaskan nafsu masing-masing di mana sahaja ada ruang kosong dan sunyi.

Dua minggu kemudian, kami akan berjumpa sejam sekali sehari di apartmentku. Aku telah memberikan kunci kepadanya supaya senang dia berkunjung. Selalunya kami akan menonton Video CD porno sambil memainkan semula adigan-adigan seks tersebut. Perhubungan sulit kami berterusan sehingga hampir setahun lamanya. Satu hari, setelah selesai kami melakukan hubungan seks di apartmentku, aku memeluk Zarina dengan erat sambil berbisik ke telinganya..

“Ina, I miss you so much” Zarina memandang ke arahku.
“Miss me? Hai.. Bukan ke hari-hari I datang ke apartment you ni, itupun rindu lagi ke?”
“Sayang, kita sekarang hanya mencuri-curi masa untuk berjumpa. Itupun sekejap saja during lunch break”.
Aku membuka cerita, “Ingat tak tahun lepas, sayang, masa I mula-mula menyentuh you di rumah you masa you MC Hari tu?” Zarina tersenyum sambil memejamkan matanya.
“I will never forget the moment, Faris”
“That is what I miss, sayang. I don’t want to spent an hour making love, tapi the whole day, even a whole week kalau boleh,” aku menerangkan kepadanya.
“Difficult,” jawab Zarina.
“Even now, Kamal dah mula suspicious. Rasanya, it is impossible untuk you datang rumah I lagi” Aku terus duduk dan memegang tangannya.
“I bukan fikirkan rumah you, sayang. Apa kata kalau kita take a long break dan pergi vacation somewhere for a week”
“Vacation? The two of us?” Zarina menggelengkan kepalanya.
“You dah lupa ke pada suami dan keluarga I?”
“Dia orang tak perlu tahu yang you pergi vacation. Cakap pada Kamal you kena outstation pasal kerja”, terang I.

Pada mulanya Zarina agak keberatan, tetapi setelah aku pujuk, akhirnya dia bersetuju juga. Kami merancang dengan teliti program kami. Zarina memohon untuk menghadiri kursus management selama seminggu kepada majikannya. Setelah puas mencari, akhirnya Zarina dapat register pada satu seminar public management di Berjaya Langkawi Beach Resort. Aku pula mengambil cuti rehat selama seminggu pada tarikh seminar tersebut.

Kami sengaja mengambil flight yang berasingan ke Langkawi pada hari tersebut. Aku pergi dulu pagi itu dan kemudian menunggu Zarina di airport. Kapal terbangnya tiba waktu tengahari. Aku menjemputnya dan kemudian kami terus check-in di Berjaya. Zarina pergi berjumpa dengan urusetia seminar dan membatalkan penyertaannya. Di Langkawi, kami seperti sepasang kekasih yang paling intim sekali lebih intim dari sepasang suami-isteri yang baru berkahwin.

Dua malam pertama vacation, kami terperap di dalam chalet berasmara siang dan malam. Kami tidak keluar bilik langsung. Even makanan kami di hantar melalui room service. Di hari-hari berikutnya kami menjadi lebih adventurous. Kami keluar bersiar-siar di hutan (Berjaya Langkawi dibina di sekeliling hutan seperti suasana kampung) dan melakukan persetubuhan apabila tiada orang melihat. Kadang-kadang pada waktu malam, kami akan berjalan di pesisiran pantai dan kemudian melakukan persetubuhan di situ di bawah sinaran bintang-bintang yang samar.

Setiap hari kami akan melakukan seks sekurang-kurangnya tiga atau empat kali sehinggakan air mani aku kering terus dan tidak keluar lagi apabila aku klimaks. Aku tidak dapat lupakan pengalaman aku dengan Zarina selama seminggu di Langkawi. Terlalu banyak sexual adventure yang kami terokai. Mungkin aku akan ceritakannya satu persatu dalam kisah-kisah yang lain. Tetapi perkara yang betul-betul terkenang di fikiranku hingga kini adalah pada malam terakhir kami di Langkawi. Setelah selesai makan malam di sebuah restoran yang romantik, kami pulang ke chalet cinta kami. Sebaik sahaja kami masuk ke dalam bilik, aku terus memeluk Zarina dari belakang dan mencium lehernya dengan rakus.

“Faris” Zarina ketawa kecil dengan tindakanku itu. Agen Bola Terpercaya

Dia kemudiannya memusingkan badannya ke arahku dan mengucup bibirku. Tanpa membuang masa lagi, aku terus mengangkat tubuh badannya dan membaringkannya di atas katil. Dengan perlahan, aku menanggalkan pakaiannya sambil meraba-raba tubuh badannya. Zarina pun berbuat perkara yang sama padaku. Setelah hampir sepuluh minit kami bermain-main di atas katil, kami sudah menanggalkan semua jenis kain yang ada pada tubuh kami. Faraj Zarina sudah basah dengan air mazinya sementara batang zakarku telah tegang pada tahap maksimumnya. Aku mendudukkan diriku di atas hujung katil sementara Zarina masih telentang menghadapku. Aku mengangkat kaki Zarina ke atas dan menyandarkannya ke atas badanku dan bahuku. Dengan perlahan aku memasukkan batang zakar aku ke dalam lubang farajnya yang sedang menanti.

“Hmm” bunyi Zarina begitu manja sekali sambil memejamkan matanya tersenyum menikmati batang zakar aku di dalam farajnya.

Dengan perlahan, aku memulakan pendayunganku. Tetapi nikmat persetubuhan kami malam itu tiba-tiba terganggu dengan bunyi telefon bimbit Zarina.

“Fuck!” katanya dengan perasaan geram tatkala terkejut dengan bunyi telefonnya.
“Lupakan, sayang” bisikku padanya.

Zarina menoleh ke arah telefon bimbitnya dan dengan tiba-tiba air mukanya berubah menjadi pucat. Aku turut menoleh dan pada waktu itu aku nampak nombor telefon yang terpampar di skrin telefon bimbit Zarina adalah dari rumahnya sendiri. Zarina tidak menjawab pada mulanya dan membiarkan telefon itu berdering. Aku masih lagi mendayung batang zakarku ke dalam lubang faraj Zarina sepanjang telefon itu berdering.

Setelah hampir dua minit, akhirnya ianya pun senyap. Tetapi mood Zarina sudah berubah. Dia kelihatan gelisah dan masih merenung telefonnya. Aku cuba menenteramkannya semula dengan meramas-ramas payudaranya dan menghunus batang zakar aku lebih dalam. Tetapi usaha aku tidak berjaya tatkala telefon itu berdering sekali lagi. Kali ini Zarina tersentak seolah-olah seperti suaminya berada di dalam bilik itu. Setelah berfikir dua tiga kali, akhirnya Zarina mencapai telefonnya sebelum aku dapat berkata apa-apa.

“Hello,” jawab Zarina.
“Oohh.. Abang”

Walaupun aku tidak mendengar siapa yang berada di sebalik talian telefon itu, aku tahu ia adalah Kamal.

“Ina baru balik dari closing seminar ni,” suaranya menggeletar menjawab.
“Baru ni balik ke bilik” Zarina menipu suaminya.

Tiba-tiba Zarina tidak berkata apa-apa. Kamal memberitahu isterinya sesuatu yang panjang. Zarina dengan penuh konsentrasi mendengar kata-kata suaminya itu tanpa tidak sedar yang aku masih mendayung batang zakar dengan perlahan keluar masuk lubang farajnya.

“Abang, janganlah kata begitu”, suara Zarina lembut. Matanya sudah mula berair.
“Ina masih cintakan Abang. Abanglah satu-satunya kasih dan sayang Ina”, Air matanya sudah mula menitik. Aku tidak tahu samada dia bercakap ikhlas pada suaminya ataupun berbohong.
“Ina lah sebenarnya yang banyak berdosa dengan Abang”, Zarina sudah mula menangis.
“Abang tak ada apa-apa dosa dengan Ina. Inalah yang bersalah”, dia merayu ke dalam telefonnya.
“I know. I really miss you too, my love”, bisiknya ke dalam telefon.
“I love you too”, kata-kata Zarina terakhir pada suaminya sebelum dia mematikan telefon bimbitnya.

Dia kemudiannya terus menangis. Aku tidak tahu apa yang dikatakan oleh Kamal kepada isterinya itu tetapi aku tahu ianya telah menyentuh hati kecil Zarina. Aku meletakkan kaki Zarina di atas katil semula dan dengan perlahan memeluk tubuhnya. Dalam pelukanku, Zarina mengucapkan sesuatu padaku yang pahit aku penah dengari..

“Faris, I cannot go through this anymore. Aku sudah tidak sanggup menduakan suamiku lagi. Kamal seorang suami yang baik, Faris. Please understand”

Agak susah untuk aku menerimanya, tetapi setelah termenung seketika, aku terpaksa akui yang Zarina bukannya milikku selamanya. Aku merenung mata kekasihku dengan penuh kasih sayang. Dengan perlahan, aku mengundurkan batang zakarku dari lubang farajnya. Tetapi tiba-tiba Zarina berkata..

“Faris, don’t”, dengan perlahan Zarina memeluk punggungku, dan menolaknya kembali menyebabkan batang zakar aku kembali masuk ke dalam lubangnya.
“Faris” Zarina berkata perlahan.
“I want you to make love to me tonight. Tapi kau mesti faham bahawa malam ini adalah malam terakhir buat kita berdua. Selepas dari malam ini, kita sudah tidak ada apa-apa lagi”
“Tetapi aku nak kau tahu”, sambung Zarina, “Bahawa aku tidak pernah merasai nikmat cinta sebegitu indah sebagaimana aku merasainya bersama kau dalam satu tahun kita bersama”
“Aku tidak merasainya walaupun dengan Kamal. But painful as it is, it has to end tonight”, Zarina mengakhiri ayatnya sambil air matanya berlerai turun.
Aku memeluk kekasihku itu dengan penuh erat, “Oohh sayangku” keluhanku padanya.

Aku mengucup bibirnya dengan perlahan sambil meneruskan pendayunganku. Sepanjang persetubuhan kami malam itu, tidak satu pun suara kedengaran dari kami berdua. Zarina menutup matanya sambil menikmati dayunganku buat kali terakhir. Apabila kami berdua mencapai klimaks, kami menguatkan pelukan dengan lebih erat lagi tanpa mengeluarkan satu keluhan pun.

Malam itu aku memancut air maniku dengan banyak sekali ke dalam rahim Zarina, sebagaimana yang aku rasai sewaktu pertama kali kami bersetubuh. Walaupun setelah selesai persetubuhan kami, aku tidak mencabut keluar batang zakarku dari lubang farajnya. Aku membiarkannya berada di dalam tubuh Zarina sepanjang malam. Kami tidur dalam pelukan masing-masing sambil kedua-dua tubuh kami bersatu.

Tatkala siang menjelma keesokkan harinya, tubuh kami masih lagi bersatu. Tetapi aku tahu bahawa segalanya telah berakhir. Dengan perlahan aku mengeluarkan batang zakar aku dari farajnya. Kami mengemaskan diri dan pakaian masing-masing secara berasingan. Lazimnya, kami sudah melakukan persetubuhan di waktu pagi samada di atas katil atau di bilik air. Kali ini ianya tidak berlaku. Aku dan Zarina mandi berasingan.

Aku check-out dari resort itu dahulu kerana flight aku adalah flight pagi. Semasa di dalam kapal terbang, aku sudah rindukan Zarina. Apabila sampai di Subang, aku mengambil keputusan untuk menunggu Zarina. Aku menunggunya hingga ke tengah hari apabila flightnya touch-down. Tiba-tiba aku terlihat Kamal membawa ketiga-tiga anaknya untuk menjemput isterinya. Beberapa minit kemudian, Zarina keluar dari balai ketibaan disambut oleh keluarganya.

Zarina mencium tangan suaminya, dan kemudian Kamal mencium pipi Zarina. Mereka berpelukan antara satu sama lain seperti satu keluarga bahagia. Aku hanya memerhatikan keluarga Zarina dari jauh. Pada ketika itu aku berasa kesal dan sedih ke atas Kamal. Dia memang seorang rakan yang baik kepadaku. Dia banyak menolong sejak kami berdua dari kecil lagi. Tetapi aku telah membalas jasa-jasa baik kawan karibku dengan meniduri isterinya. Aku meninggalkan lapangan terbang itu dengan hati bercampur sedih dan juga gembira.

Sejak daripada itu, aku dan Zarina sudah tidak mempunyai apa-apa hubungan lagi. Aku cuma menjumpainya di waktu gathering rakan-rakan kami. Pada mulanya agak sukar untuk kami menerimanya, tetapi semakin hari semakin dapat adjust seperti mana keadaan sebelumnya. Cuma sesekali aku terlihat perasaan rindu Zarina kepadaku di dalam matanya.



Sunday, December 23, 2018

Cerita Dewasa - Di Suguhi Badan Tante



Cerita Dewasa – Pagi ini aku sedang membereskan pakaianku untuk dimasukkan ke dalam koper, Ayahku memperhatikan dengan wajah sedih karena aku satu-satunya anak lelakinya harus pergi demi meraih masa depanku. Aku akan tinggal di Surabaya bersama Tante dan Oomku.

“Papa harap kamu bisa menjaga diri dan berbuat baik, menurut pada Oom Benny dan TanteLenny..” kata papaku.
Aku hanya diam menoleh menatap papaku yang nampak kurang bersemangat karena kepergianku, lalu kupeluk papaku.
“Saya tidak akan mengecewakan Papa..” kataku sambil menuju ke pintu.

Aku naik angkot menuju ke terminal bus. Ketika sudah di atas bus, aku membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya sambil berharap semoga cita-citaku dapat tercapai. Sesampainya di terminal, aku melanjutkan dengan naik angkot menuju perumahan mewah di daerah Darmo.
“Apa ini rumahnya..?” kataku dalam hati.
Nomornya sih bener. Maklum aku belum pernah ke rumahnya.
“Gila.., ini rumah apa istana..?” gumamku bicara pada diriku sendiri.

Aku segera menekan bel yang ada pada pintu gerbang. Beberapa saat kemudian pintu gerbang dibuka. Seorang satpam berbadan gemuk mengamatiku, lalu menegurku.
“Cari siapa ya..?” tanyanya.
“Apa betul ini rumah Oom Benny..?” tanyaku balik. Situs Domino
“Ya betul.. sampean siapa?” tanyanya lagi.
“Saya keponakan Oom Benny dari Jember.”
“Kenapa nggak bilang dari tadi, Sampean pasti Den Welly, kan..? Tuan sedang keluar kota, tapi Nyonya ada lagi nungguin.”

Sekejap aku sudah berada di ruangan dalam rumah mewah yang diisi perabotan yang serba lux. Tak lama kemudian seorang wanita cantik berkulit putih bersih dan bertubuh seksi muncul dari ruang dalam. Kalau kutebak usianya sekitar 35 tahunan, tapi bagikan seorang gadis yang masih perawan.
Dia tersenyum begitu melihatku, “Kok terlambat Well..? Tante pikir kamu nggak jadi datang..” ucap wanita seksi itu sambil terus memandangiku.
“Iya Tante.. maaf..” jawabku pendek.
“Ya sudah.., kamu datang saja Tante sangat senang.. Pak Bowo.., antarkan Welly ke kamarnya..!” perintah Tante Lenny pada Bowo.

Lalu aku mengikuti Pak Bowo menuju sebuah kamar yang ada di bagian bawah tangga. Aku cukup senang menempati kamar itu, karena aku langsung tertidur sampai sore hari. Ketika bangun aku segera mandi, lalu berganti pakaian. Setelah itu aku keluar kamar hendak jalan-jalan di halamanbelakang yang luas. Ketika sedang asik menghayal, tiba-tiba suara lembut dan manja menegurku. Aku agak kaget dan menoleh ke belakang. Ternyata tanteku yang sore itu mengenakan kimono dengan rokok di tangannya, rupanya ia baru bangun tidur.

“Oh Tante..” sapaku kikuk.
Tante tersenyum, dan pandangan yang nakal tertuju pada dadaku yang bidang dan berbulu lebat. Badanku memang cukup atletis karena sering berenang, fitness, dan aku memang mempunyaiwajah yang lumayan ganteng.
“Kamu sudah mandi ya, Wel..? Tampan sekali kamu..” kata tanteku memuji.
Aku kaget bukan main ketika ia mendekatiku, tangannya langsung mengelu-elus penisku, tentu saja aku jadi salah tingkah.

“Saya mau ke kamar dulu Tante..” kataku takut kalau nanti dilihat Oom Benny.
“Tunggu sebentar Wel, Tante ingin minta tolong mijitin kaki Tante.., soalnya keseleo waktu turun tadi..” kata Tante Lenny sambil merengek.
Lalu dia duduk seenaknya, hingga kimono yang tidak dikancing seluruhnya tersingkap, dan bagian dalam tante terlihat olehku. Gila.., ternyata ia tidak memakai CD, sempat juga kulihat bulu-bulu tipis di sekitar kemaluannya seperti habis dicukur.

Aku menahan nafas dan mencoba mengalihkan pandangan, tapi Tante Lenny yang tahu hal itu malah menarik lenganku dan mengangkat kaki kanannya menunjukkan bagian yang sakit. Aku terpaksa melihat betis dan paha tante yang mulus dan padat itu.
“Tolong diurut ya Wel.., tapi pelan-pelan aja ya..” ucapnya lembut.
Terpaksa aku memijit betis tanteku, meskipun hatiku cemas dan bingung. Apalagi ketika aku mencuri pandang melihat paha dan selangkanganya, sehingga nampak sekilas bagian yang berwarna merah muda itu. Tanteku melirik ke arahku sambil tersenyum genit, aku semakin bingung dan malu.

Itu pengalamanku di hari pertama di rumah Oom Benny. Sudah tiga Hari Oom Benny belum pulang juga, padahal aku ingin bertemu dengannya, sedangkan tiap malam aku diminta oleh tante untuk menemaninya ngobrol, bahkan tidak jarang disuruh menemani menonton VCD porno. Benar-benar gila.Hingga pada suatu malam tanteku merintih kesakitan. Waktu itu tante sedang nonton TV sendirian.

Tiba-tiba wanita itu memekik, “Achh.., aduh.., tolong Wel..!” keluhnya sambil memegangi keningnya.
“Kenapa Tante..?” tanyaku kaget dan khawatir.
“Kepala Tante agak pusing.., aduh.. tolong bawa Tante ke kamar Wel..!” keluh tante sambilmemegangi kepalanya.
Aku jadi kebingungan dan serba salah.
“Saya panggil Pak Bowo dulu ya Tante..?” usulku sambil ingin pergi.
Tapi dengan cepat tanteku melarangnya, “Nggak usah, lagi pula Pak Bowo Tante suruh ke Pasuruan ngawal barang.”

Aku jadi bertambah bingung. Terpaksa kutuntun tanteku untuk naik ke ruang atas. Tante merebahkan kepalanya pada pelukanku, aku jadi gemeteran sambil terus menaiki tangga.Sesampainya di dalam kamar, tante merebahkan tubuhnya yang seksi itu dengan telentang. Aku menarik napas lega dan bermaksud meninggalkan kamar. Baru saja kubalikkan tubuh, suara lembut itu melarangku.
“Kamu mau kemana..? Jangan tinggalkan Tante.., tolong pijitin Tante.. Wel..!”
Mendengar itu seluruh tubuhku jadi teringat pesan papa agar menuruti perkataan Oom dan Tanteku.

Perlahan kubalikkan badan, ternyata tanteku telah melepas kimononya. Dan kini hanya tinggal CD saja. Tubuhnya yang masih padat membuat nafsuku naik, payudara yang masih montok dan menantang itu membuat penisku mulai tegang, karena aku belum pernah melihat keindahan tubuh wanita dalam keadaan telanjang seperti ini, apalagi tanteku menggeliat perlahan. Desahan bibirnya yang tipis mengundang nafsu dan birahiku, dan penisku semakin dibuatnya tegang. Kuberanikan diri melangkah menuju ranjang.

Begitu sampai, tanteku yang pura-pura pusing itu tiba-tiba bangkit, lalu memelukku dan mencium bibirku dengan penuh nafsu. Wanita yang hipersex itu dengan cepat melucuti seluruh pakaianku.
“Jangan Tante.., jangan, saya takut..” pintaku sambil mau memakai pakaianku kembali.
“Kalo kamu menolak, Tante akan teriak dan mengatakan pada semua orang bahwa kamu mau memperkosa Tante..” ancam tanteku.
Aku hanya terdiam dan pasrah. Wanita itu kembali mencumbuku, diciuminya dan dijilatinya tubuhku. Begitu tangan halusnya mengenggam penisku, aku langsung membalas ciumannya dan mulai menjilati payudaranya, lalu kukulum putingnya yang berwarna merah agak kecoklatan itu. Tanteku mendesah perlahan.

Selanjutnya kami memainkan posisi 69, sehingga penisku dihisap dan dikemutnya. Nikmat sekali, kurenggangkan kedua pahanya sambil kujilat-jilat kemaluannya yang mulai basah itu.
“Ahh.., aahh.., ayo terus jilat Wel..! Jangan berhenti..!” erang tanteku keenakan. Situs Domino
Rupanya tanteku mengeluarkan cairan dari dalam liang kewanitaannya. Cairan itu memuncrat di wajahku, lalu kuhisap dan kutelan semua. Aku semakin terangsang, kujilati lagi kali ini lebih dalam, bahkan sampai ke duburnya. Kemudian kami berganti posisi, kali ini aku berdiri dan tante jongkok sambil mengulum penisku yang sudah sangat tegang.

Ternyata tanteku pandai sekali menjilat penis, tidak sampai lima menit aku sudah keluar.
“Ahh.., ayo Tante.., terus jilat sayang.., acchh..!” desahku sambil kudorong keluar masuk di mulutnya penisku yang besar ini.
“Tante mau keluar nih.., achh.. yeahh..!” erangku sambil kumuncratkan maniku di mulutnya.
Tante menelan semua maniku, bahkan masih mengocoknya berharap masih ada sisanya.

Setelah beberapa saat penisku mulai bangun kembali. Setelah tegang dibimbingnya penisku masuk ke liang kewanitaannya. Kali ini aku di atas dan tante di bawah. Agak susah sih, mungkin sudah lama tidak service oleh Oom Benny. Setelah kepalanya masuk, kudorong perlahan hingga masuk semuanya ke dalam.
“Ayo Wel..! Gerakin dong Sayang..!” pinta tanteku sambil menggerakkan pantatnya ke atas dan ke bawah karena ia sekarang berada di bawah.
Akhirnya kudorong keluar masuk penisku dengan gerakan yang cepat, sehingga semakin keras erangan tanteku.

Beberapa saat kemudian aku sudah ingin keluar, “Aahh..! Tante.., Welly udah mau keluar.., ahh..!” kataku.
“Sabar Sayang.., Tante sebentar lagi nih..! Yeahh.. ohh.. ahh.., fuck me Wel..! Kita barengan ya Sayang..? Oh.. yeah..!”
Rupanya tanteku juga hampir orgasme. Rasanya seperti ada yang memijat-mijat penisku dan kakinya dilingkarkan ke pantatku. Tante bergetar hebat dan memelukku sambil kemaluannya mengeluarkan cairan yang menyemprot penisku. Tidak lama aku juga mengeluarkan air mani dan spermaku di dalam vaginanya. Terasa begitu nikmatnya dunia ini. Akhirnya kami berdua terkapar lemas.

“Hebat bener kamu Wel.., Tante nggak nyangka baru kali ini Tante merasakan kenikmatan yang luar biasa..!” tuturnya dengan nafas terengah-engah.
Aku diam tak menjawab, tapi dalam hati aku merasa bersalah telah berhubungan dengan tanteku dan takut ketahuan Oom Benny. Tante turun dari ranjang tanpa busana, lalu dia menyalakan sebatang rokok.

“Bagaimana kalau Oom Benny sampai tahu, Tante..? Saya takut.., saya merasa berdosa..” kataku lemah.
Tapi tanteku malah tersenyum dan memelukku dengan mesra.
“Asal kamu tidak memberitahu orang lain, perbuatan kita aman. Lagi pula Oommu itu udah nggak bisa melakukan hubungan badan sejak lama. Dia itu impotent, Wel..!” tutur wanita tanpa busana yang penuh daya tarik itu.
“Jadi semua ini Tante lakukan karena Oom Benny tidak bisa menggauli Tante lagi, ya..?” tanyaku.
“Ya. Bukan sekali ini saja Tante melakukan hal seperti ini.., sebelum sama kamu, Tante pernah melakukannya dengan beberapa teman bisnis Oommu. Terus terang Tante nggak tahan kalau seminggu tidak disentuh atau dipeluk laki-laki..” tutur Tante.

Aku jadi geleng kepala mendengar penjelasan tanteku. Lalu aku bergerak mau pergi, tapi dengan cepat tante menahanku dan mengusap-usap dadaku yang berbulu.
“Well.., kamu harus bersihkan badanmu dulu.., mandilah supaya segar..!” ucapnya lembut.
Aku tak menjawab hanya menarik nafas panjang, lalu melangkah ke kamar mandi. Tubuhku terasa letih namun puas juga.

Begitulah pengalaman di Surabaya yang kualami 6 tahun yang lalu. Dan sampai saat ini aku telah mempunyai istri dan seorang anak.

 
close
PKVSport