Jika kalian para wanita merasa tdk percaya diri dgn berat badanmu, tirulah Ani. Dia tdk pernah minder atau rendah diri. Senyumnya selalu mengembang. Orangnya ceria sekali, bertolak belakang dgn Nina.
Di samping itu, Ani sangat tangguh dlm mengejar berat badan ideal. Karena itu, aku sempat sangat terkejut menemukan Ani yg langsing.. hanya 49 kg! Sebuah usaha yg patut mendapatkan penghormatan dariku.
Karena sifatnya yg mudah bergaul plus wajahnya yg cantik, sejak SMP Ani sdh mengenal pacaran. Sampai kemudian di SMU, kami satu sekolah jg. Jumlah cowok yg mengisi hari-hari Ani semakin banyak. Naik kelas 2 SMU, kami satu kelas.
Karena aku dianugerahi IQ yg tinggi (151), pelajaran yg oleh sebagian besar teman-temanku sulit dicerna terasa mudah bagiku. Karena itu tak heran jika PR-ku sering dicontek teman-temanku. Aku memang dgn bebas mempersilakan siapa pun belajar dariku, kecuali waktu test.
Teman-temanku sering mengganti istilah ‘menyontek’ dgn ‘belajar waktu test’. Ada-ada saja. Tetapi aku agak ‘pelit’ untuk yg satu ini.
Ani adalah salah satu teman wanita yg minat dan kemampuannya kurang di pelajaran eksak. Karena rumahnya tdk jauh dari rumahku, maka Ani adalah salah satu teman yg paling rajin ke rumahku. Keluarga kami saling mengenal dgn baik. Jadi kehadiran Ani di rumahku sdh seperti keluarga sendiri. Ani bebas keluar masuk rumahku, kecuali keluar masuk kamar tidur tentunya.
Bahkan sampai kuliah, walaupun berbeda jurusan, kami tetap satu universitas. Ani semakin modis dan cantik. Rambutnya disemir kecoklatan plus ion dgn busana yg mengikuti trend. Benar-benar tipikal gadis yg mengikuti perkembangan jaman. Waktu itu aku ingat Ani baru putus dari pacarnya sebulan yg lalu. Aku tahu karena aku beberapa kali menjadi teman curhatnya. Suatu sore, Ani meneleponku
.
“Bran.., gue ditembak Davin kemaren.. Wuih.. Gak nygka anak kuper begitu seleranya tinggi amat..” cerocos Ani cerewet.
“Hah? Maksud lo.. Anak yg suka ama lo berarti seleranya tinggi. Gitu?” tanyaku keheranan dgn kepercayaan dirinya. Over confident nggak ya, kira-kira?
“Lha iya, lah! Gue kan cantik, baek, seksi, lembut dan bersahaja..”
“Hehehehe..” aku tertawa.
“Lho.. Kok diketawain? Bener kan, Bran?” Ani nggak terima ditertawakan.
“Hm.. Iya deh, Ani memang cantik dan sexy. Baik jg ama Bran. Tp kalo lembut.. Hmm.. Gimana ya.. Agak kurang pas deh..”
“Waah, ngeledek lo! Aku kan lembut..!!”
“Apanya yg lembut, Ani?” tanyaku pelan sambil agak berbisik.
“Ada deh.. Bran mau tahu aja..!” jawab Ani membuatku bertanya-tanya.
Aku yg tadinya tdk berpikir macam-macam ?alias murni bercanda-, sekarang jadi curiga.
“Ya boleh dong Bran dikasih tahu kelembutannya Ani..” jawabku makin berbisik.
“Hii.. Merinding aku dengar suaramu!” kata Ani agak keras. Kami tertawa bersama.
“Tp aku nggak naksir Davin, Bran..” kata Ani kemudian.
“Oh.. Pasti naksir Brnm, kan?” godaku. Kalau betul, wah, lumayan.
“Yee, GR! Pengen laku yah?” ledek Ani.
Waduh.. Kok sepertinya aku jelek sekali sampai Ani bicara seperti itu. Tp emang sih aku masih jomblo..
“Trus naksir siapa, Ani? Kamu boleh cerita ama aku kalau kamu mau..”
“Hm.. Itu, si Dicky. Anak angkatan atas.. Dia cakep, bodynya keren.. Sexy! Dan bibirnya.. Ugh.. Pengen kucium sepuasnya!” Ani mulai ceriwis.
Dia tdk sadar aku mendengarkannya dgn terkejut. Wah.. Anak ini.. Tp memang sasaran Ani si Dicky anaknya cakep.
“Lho, Ani.. Aku kan tingginya nggak beda jauh ama Dicky? Body-ku jg pas kan? Bibirku jg sexy. Kenapa lebih memilih Dicky?” godaku lebih jauh. Aku tiba-tiba ingin tahu posisiku di matanya. Padahal.. Aku sama sekali tdk menyukai si Ani.
“Tau ah! Pokoknya Dicky! Gimana Bran.. Aku mau kirim surat ke Dicky nih!”
“Ya.. Terserah lo aja, Ani. Mau kirim surat ya kirim aja. Lo kan pede orangnya. Masa ginian aja nanya ke aku?” jawabku sekenanya.
Besok siangnya, sepulang kuliah aku santai di ruang keluarga. Papa mamaku belum pulang kerja. Adik-adikku sedang tidur siang. Pembantuku jg tidur mungkin. Aku sedang mengotak-atik komputer saat itu. Seingatku waktu itu aku sedang membuat mini games dgn Turbo Pascal. Kudengar pintu pagar terbuka disusul suara anjingku yg menggonggong menyambut tamu yg rupanya sdh dikenalnya. Ani.
“Hai Bran.. Lagi ngapain?” Ani segera duduk di sofa sambil melihat ke komputerku.
“Lagi nyoba bikin semacam game petualangan. Tokohnya seekor anjing yg berusaha mengumpulkan benda-benda untuk menyelamatkan anak-anaknya yg diculik penjahat.”
“Hm.. Ngeganggu ya? Aku mau curhat boleh?” Tanya Ani.
Tentu saja boleh. Game computer bisa kubuat kapan pun. Segera aku simpan pekerjaanku dan kumatikan komputerku.
“Tentang si Davin atau si Dicky ?” tanyaku menebak.
“Dicky. Aku nggak nygka dia seperti itu.”
“Emangnya ada yg salah dgn Dicky ? Kamu jadi mengiriminya surat?”
“Aku memutuskan untuk bicara langsung denganya. Kalau ditolak, tdk masalah. Yg penting tdk ada bukti tertulis aku pernah menyukainya. Kalau dia sok banget lalu cerita ke teman-temannya, aku bisa menygkalnya.”
“Wah.. Kamu cerdas jg..” komentarku. Emang bener sih.
“Dicky menerimaku, Bran. Tp langsung aku putus lagi dia. Brengsek tuh anak.”
“Lho, ada apa? Kamu menyukainya. Dicky menerimamu, kenapa batal?”
“Ya emang bener kita saling menyukai. Tp si Dicky ternyata nafsu sekali. Masa begitu kami jadian, dia langsung kiss aku, Bran!”
“Hm.. Gak masalah kan jadian lalu kissing? Bagimu terlalu cepat ya?” tanyaku mencoba memahami Ani.
Aku banyak mendengar cerita dari teman-temanku yg langsung kissing pada hari jadian mereka. Jadi, aku menganggap hal itu biasa terjadi.
“Ya bener nggak masalah. Tp masa kissing belum apa-apa, tangannya sdh mau menjelajahi tubuhku. Meremas buah dadaku. Wah.. Cowok apaan tuh? Emang pacaran buat apaan? Nge-sex?” protes Ani.
Kali ini kuakui Dicky memang terburu nafsu. Tp aku ingin memancing Ani lebih jauh lagi.
“Lho.. Kan nggak harus diputus? Beri kesempatan dong. Lagian, seingatku, kemarin kamu memuji keseksiannya. Bibirnya yg menarik.. Kok sekarang begini? Wajar kan cowok begitu? Salah sendiri kamu cantik dan sexy, Ani?” tanyaku lagi.
“Bener aku cantik dan sexy menurutmu, Bran?” Tanya Ani.
Suaranya terdengar agak berat. Menuruntuku dia mulai ingin menangis.
“Ya, kamu cantik dan sexy.. Wajar kalau Dicky ingin menyentuhmu..” aku agak nekat berkata seperti ini.
Perkataanku kali ini keluar dari jalur empatiku terhadap Ani. Resikonya Ani akan berpikiran aku seperti Dicky. Tp ternyata Ani agak memerah mukanya. Aku belum berani mengartikan perubahan warna mukanya.
“Kalau Bran.. Apa ingin menyentuhku?” bisik Ani.
Kali ini aku seperti disambar petir. Sungguh di luar dugaanku. Sekian detik aku berusaha mencerna maksud kalimatnya. Merekonstruksi kejadian telepon kemarin, kisah Davin, dan Dicky. Aku punya dugaan, tetapi aku belum yakin. Tiba-tiba darahku berdesir. Aku tegang memikirkan kata-kataku selanjutnya untuk memancing apa maksud Ani.
“Hmmmm.. Ani terlalu berharga untuk sekedar di sentuh..” bisikku.
Kali ini aku menyelidiki matanya. Eyes never lies. Pupil matanya mengecil. Ani menyimpan sesuatu.
“Lalu apa yg ingin cukup berharga untuk Bran lakukan terhadap Ani?” tanyanya kemudian.
Dugaanku semakin kuat. Aku hampir melonjak kegirangan ketika menemukan kesimpulanku. Tp aku bukan pria yg gegabah. Aku masih membutuhkan tambahan informasi untuk dugaanku. Kurasakan k0ntolku ereksi.
Entahlah, kalau otakku lagi menaikkan kinerjanya, seringkali k0ntolku ereksi.
“Kalau aku.. Aku akan membuat Ani melayg. Menembus awan, terbang ke langit merasakan kebebasan. Ya.. Bran mungkin akan jauh lebih berani dari Dicky..”
Aku berdebar menantikan reaksi Ani. Aku berharap pembaca mengerti. Dlm dugaan di pikiranku saat itu, cerita tentang si Dicky adalah rekayasa Ani. Aku sdh pada satu kesimpulan bahwa Ani menyukai dan menginginkanku.
Dan Ani memancingku untuk mengetahui seberapa berani aku terhadapnya. Tetapi memang dugaanku ini menyisakan kemungkinan untuk salah. Jika ternyata Ani jujur, maka aku sdh telanjur mengungkapkan hasratku. Aku setali tiga uang dgn Dicky. Menginginkan tubuh Ani.
“Bagaimana cara Bran membawaku terbang melayg..?” bisik Ani sambil mendekatkan wajahnya.
Aku mulai bisa merasakan hangat nafasnya. Aku jadi takut melangkah. Seharusnya aku sdh menciumnya saat itu.
Merengkuh tubuhnya dan menunjukkan caraku membawanya terbang melayg. Daripada dgn kata-kata, jauh lebih baik dgn perbuatan. Tp justru sikap Ani membuatku hati-hati. K0ntolku semakin tegang. Gila.. Apa maksudmu, Ani?
Aku berdiri dan duduk di sofa di sampingnya. Ini rumahku. Tentu aku tdk mau dipermalukan di rumahku sendiri. Tampaknya aku kehilangan momen menentukan tadi.
“Bran?” bisik Ani. Dia memalingkan tubuhnya menghadapku.
“Aku bisa mencumbumu, membuat tubuhmu merasakan kenikmatan dan akhirnya bercinta dgnmu, membawamu terbang melayg. Tetapi aku menghargaimu, Ani. Aku bukan Dicky. Aku tdk akan menyentuh tubuhmu tanpa ijinmu. Tanpa kau sendiri yg menginginkannya untuk aku lakukan terhadapmu..” aku akhirnya memilih berhati-hati.
Sesaat aku ingin kesempatan yg tadi terulang. Mungkin aku betul-betul akan menciumnya kalau kesempatan itu ada lagi.
Plak!, sebuah tamparan dari Ani ke wajahku. Aku terkejut. Tdk ada alasan bagi Ani untuk berhak menamparku. Aku tdk bersalah. Sedetik kemudian aku sadar. Ini mungkin momen kedua. Tamparan tadi pasti ijin dari Ani agar aku menciumnya. Dan aku merengkuh tubuhnya. Menciumnya tepat di bibirnya.
Ani menyambut ciumanku dgn dahsyat. Bibirnya bergerak lincah berpadu dgn lidahnya yg menari-nari mencumbuku. Aku merasakan sensasi baru dlm bercumbu karena kehebatan Ani memainkan lidahnya. Lidahnya seperti punya nyawa sendiri.
Bisa hidup dan bergerak sendiri. Aku tentu saja tdk mau kalah. Kugunakan bibir dan lidahku pula untuk melayani permainannya. Benar-benar percumbuan yg panas. Tangannya mengacak-acak rambuntuku. Sedangkan aku terkonsentrasi pada bibirnya. Tanganku menahan lehernya agar tetap dekat dgnku.
“Uhm..” ciumanku beralih ke pipi, leher dan telinganya.
Ani menggelinjang hebat ketika aku mencium telinganya.
“Ughh..” desah Ani.
Bahasa tubuh Ani ini khas sekali. Sangat penuh dgn sentakan. Seakan-akan seluruh tubuhnya berisi titik-titik peka yg mudah dirangsang. Bagian apa pun yg kusentuh dgn tanganku, membuatnya menggelinjang. Gadis ini liar dan menggairahkanku!
“Si Dicky itu rekayasamu, ya?” bisikku di telinganya untuk memastikan dugaanku.
“I.. Iyah..” jawab Ani sambil menahan nikmat.
Aku tertawa penuh kemenangan dlm hati. Dugaanku ternyata benar. Untung aku tdk kehilangan momen keduaku ini. Tanganku menyelusup ke balik kaosnya. Meraba kait bra-nya yg 34C dan melepas bra-nya turun. Dgn lembut aku menempatkan telapak tanganku ke buah dadanya. Aku meletakkan putingnya tepat di tengah telapak tanganku dan mulai kuputar tanganku. Sesekali aku menekan buah dadanya yg lembut.
“Kau.. Memang lembut Ani..” bisikku.
Lidahku kini memasuki telinganya. Ani kegelian. Sontak kepalanya menunduk ke arah bahunya, menjepit wajahku. Refleks menahan geli. Tangan kiriku dgn leluasa menjelajahi punggungnya yg ditumbuhi bulu-bulu sangat halus. Ani beberapa kali tersentak menahan rangsangan di punggungnya. Wah.. Gadis ini mudah sekali dirangsang, pikirku.
Bibir kami kembali beradu. Bercumbu dgn sebebas-bebasnya. Sepuas-puasnya. Aku terkejut ketika tiba-tiba Ani melenguh cukup keras. Kuatir kalau adik atau pembantuku terbangun dari tidurnya. Dgn bersemangat aku menggendong tubuh Ani.
Sambil tetap bercumbu aku membawanya masuk ke kamarku. Membaringkan tubuh Ani ke spring bed, mengunci pintu, menyalakan AC dan memutar radio. Setdknya suara Ani tdk akan terdengar sampai keluar.
Begitu aku selesai memutar radio, kulihat Ani sdh melepas kaosnya dan celana dalamnya. Dia telanjang bulat di depanku. Sungguh tubuhnya sangat indah. Buah dadanya yg 34C terlihat begitu memukau. Bentuknya sangat seksi. Pas di tubuhnya yg langsing. Beberapa saat kami berhadap-hadapan. Aku menikmati memperhatikan tubuhnya yg utuh.
Ani kemudian melompat ke arahku. Memelukku sambil tangannya bergerak cepat melepas kaos dan celanaku. Sangat terampil dan cekatan. Dlm waktu singkat kami sama-sama telanjang bulat. Ani sungguh liar. Sambil sama-sama berdiri kami bercumbu lagi. Beberapa kali aku harus menahan keseimbangan agar tdk terjatuh.
Ternyata sulit bercumbu dgn penuh semangat sambil berdiri tanpa sandaran. Perlahan aku menyandarkan tubuh Ani ke dinding kamarku. Eh, Ani tdk mau. Aku yg disandarkannya ke dinding kamarku. Dia menyerangku. Mencumbuku dgn semangat. Lidahnya mulai menyapu leherku, dan menggigitku kecil. Kemudian turun ke dada, perut dan akhirnya menemukan k0ntolku yg sdh berdiri tegak.
“Ogghhhh..” aku melenguh menahan nikmat saat Ani mulai mengoralku.
Tdk hanya mengoral. Tangannya jg aktif memijat k0ntolku dari batang k0ntol, menuju pangkal k0ntol. Memainkan testisku, kadang tangannya dgn nakal membuat guratan maya dari k0ntol ke anusku. Sangat menggairahkan. Oralnya dahsyat jg. Ani tanpa segan mengulum k0ntolku dan sepertinya dia berusaha menelan semua k0ntolku!
“Ohh.. Ohh..” aku hanya bisa mendesah.
Kepala k0ntolku semakin membesar dgn warna kemerahan. Aku tahu, ini ereksi maksimalku. K0ntolku mencapai diameter terbesarnya. Sekitar 4.2 ? 4.7 cm. Ani makin bersemangat mengoralku. Sekarang dia berusaha menghisap kepala k0ntolku. Oh..
Dia menemukan sisi lemah k0ntolku. Aku paling tdk tahan kalau serangan oral ditujukan hanya ke kepala k0ntolku.
“Lepas dulu Ani, aku tdk tahan..” bisikku.
Daripada aku orgasme saat itu, rugi berat. Aku harus pandai mengatur tempo. Ani mematuhiku. Dia hanya memijat k0ntolku dgn tangannya. Perlahan aku ikut menunduk. Mataku menatap selangkangannya. Ani tampaknya mengerti maksudku.
Dia duduk di atas spring bed dan membuka kakinya lebar-lebar. Kepalaku masuk dan aku mulai mengoralnya. Baunya mirip dgn Nining, sama-sama khas. Tetapi bau milik Ani lebih harum. Belakangan aku tahu Ani menggunakan pengharum khusus.
Aku merasa lebih enjoy mengoral Ani kali ini. Memek Ani bulunya dicukur sampai hanya tersisa sedikit. Aku menyibak labia mayoranya dan mulai menyedot memeknya.
“Ughh..” Ani melenguh.
Lidahku menari-nari dgn bebas. Menghisap dan menjilat dgn leluasa. Aku seperti menemukan sirup kental asin di memeknya yg basah. Aku mulai terbiasa dgn rasa asin itu. Kunikmati saja. Srrt.. H.. Slurrpp.., aku benar-benar mengoral Ani sepuasku. Tubuh Ani tersentak-sentak. Rambutku dijambaknya dgn keras. Bahkan kadang tangannya mengepal memukuli tubuhku.
“Bran, Ohh.. Kau.. Ohh..” suara Ani tak kudengar jelas.
Dia meraung dan menggelinjang. Setelah beberapa menit, mulutku terasa capek. Aku kemudian menggunakan dua buah jariku untuk mencari G-spotnya. Di dinding dlm memeknya, aku menemukan daerah yg ada bintik-bintik kecilnya.
Aku berhenti disitu dan mulai merangsangnya disitu. Tubuh Ani bergetar makin hebat. Aku belum yakin apakah itu G-Spotnya, tetapi yg jelas reaksi tubuh Ani sungguh dahsyat. Dia sampai menjerit dan berteriak..
“Ohh.. Nikmat!! Terus Bran..!”
Aku tak peduli apakah teriakan Ani terdengar sampai keluar. Yg jelas aku makin bersemangat menyiksanya dgn kenikmatan. Tak lama kemudian aku mengambil kondom dan memakainya. Aku sampai saat itu masih tetap ingin bercinta dgn kondom. Ani tampaknya tdk keberatan aku memakai kondom.
“Sdh pengalaman pakai kondom ya?” goda Ani. Aku tersenyum. Jadi ingat Nining, nih.
Aku meminta Ani membalikkan tubuhnya. Ingin kucoba posisi doggy. Perlahan kumasukkan k0ntolku. Ternyata lebih mudah memasukkan k0ntol dgn posisi seperti ini. Mulai kudorong lebih dlm dan.. ‘bless..’ k0ntolku sukses memasuki sarang kenikmatan.
Kami bercinta dgn dahsyat. Pertama aku memompa k0ntolku dgn tempo pelan. Menikmati setiap gesekannya. Kemudian temp bertambah cepat. Bertambah cepat lagi dan akhirnya sampai terdengar bunyi yg khas setiap aku memompakan k0ntolku ke memeknya.
Ani kali ini lebih diam. Dia hanya melenguh sesekali. Kulihat bibirnya merapat. Mungkin ini caranya menikmati persetubuhan. Aku terus memompa k0ntolku. Keluar masuk memeknya. Sesekali aku berhenti untuk mengambil nafas, memutar-mutar k0ntolku dan kalau aku sdh di ambang orgasme, aku berhenti lagi. Aku tdk mau tergesa-gesa orgasme.
“Ganti posisi, Bran..” kata Ani.
Aku kemudian telentang di springbedku. Ani menaikiku dari atas. Kubantu k0ntolku memasuki memeknya. Wah, ini pertama kalinya aku bercinta dgn tubuh di bawah. Aku sedikit kesakitan waktu Ani hendak menurunkan tubuhnya. Agak kurang pas mungkin. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya kami sukses melakukannya.
Ternyata enak jg. Aku tdk banyak bergerak. Hanya tanganku sesekali meremas lembut buah dadanya. Selebihnya Ani yg aktif. Tampaknya ini posisi favorit Ani. Dia memutar-mutar pantatnya, naik turun mempermainkan k0ntolku. Kurasakan denyut memeknya yg menjepit k0ntolku. Luar biasa. Aku akhirnya bisa bercinta lebih lama dibanding dgn Nining.
“Ohh.. Ohh..” Suara Ani menikmati percintaan kami.
Tak lama kemudian kurasakan tubuh Ani bergetar makin hebat, makin hebat dan gerakannya makin cepat. Ani sedang berlari mengejar orgasmenya. Beberapa saat kemudian Ani menghentikan gerakannya.
Tubuhnya menegang dan ia melenguh panjang.. Rupanya Ani mencapai orgasmenya. Yg aku ingat, ada ciri menarik dari orgasme Ani. Orgasmenya berbunyi! Ada bunyi yg keluar dari memeknya. Aku sampai terheran-heran kemudian tertawa.
“Kamu orgasme ya? Kok bunyi?” kataku heran.
“Iyaa.. Jangan diledek ya!” kata Ani manja.
Posisi berganti lagi. Aku memilih posisi konvensional dgn tubuhku diatas. Aku ingin menikmati melihat wajah dan tubuh Ani dgn bebas. Dgn posisi ini, energi yg kukeluarkan makin banyak. Tak lama kemudian akupun orgasme. Aku dgn lega menyemburkan spermaku. Kemudian kutarik k0ntolku dan kulepas kondomnya.
“Kamu luar biasa..” bisikku sambil mencium hidungnya.
“Makasih ya Bran.. Aku sdh lama menyaygimu. Tp kupikir kamu anaknya kuper. Cuma mengurus komputer dan buku kuliah. Ternyata kamu menikmati sex jg..”
“Kamu kapan mulai kenal Sex, Ani?” tanyaku sambil memeluk pinggangnya dan mengelusnya lembut.
“Dari SMU kelas 1, Bran. Tuh si Erdy yg dapat.” Kata Ani terus terang.
Wah, aku tdk suka mengetahui siapa cowok yg pernah bercinta dgn wanita yg berbagi kenikmatan dgnku. Tetapi aku menghargai Ani yg berterus terang.
“Kamu hipersex ya, Ani?” tanyaku lagi.
“Engga tuh, Bran. Aku angin-anginan. Kalau aku lagi penasaran dgn seseorang, aku bisa tiba-tiba bergairah dengannya. Tp pernah jg aku pacaran 5x tanpa making love. Malas aja gitu. Tak tentu deh.”
Aku mendapatkan jawaban yg berbeda lagi. Jangan-jangan tiap wanita berbeda jawabannya?
“Kalau lagi kepingin.. Kamu memilih masturbasi atau making love?”
“Ya making love lah! Jauh lebih enak. Ngapain masturbasi? Tp aku tdk bisa making love dgn sembarang pria, Bran. Kamu orang ke tiga yg ML dgnku.”
Aduh.. Aku orang ketiga! Aku benar-benar tdk suka kejujuran seperti ini. Tdk ada perlunya aku tahu bahwa aku orang ke tiga yg bercinta dengannya.
“Lalu.. apakah sex itu sangat penting bagimu? Apakah sex itu salah satu yg terutama?” aku kemudian menceritakan rasa penasaranku terhadap wanita .
Aku jg bercerita tentang pendapat Lucy dan Nining.
“Dulu aku berpikiran tdk. Tetapi setelah merasakan ML pertamaku yg luar biasa, aku jadi merasa sangat membutuhkan sex. Rasanya, memang sex menjadi salah satu yg utama.”
“Oh ya? Kalau ada cowok dgn daya seks yg hebat, tetapi dia tdk setia, tdk menghargaimu dan banyak sisi negatifnya.. Dibanding dgn cowok yg setia, menghargaimu.. Dan banyak sisi positifnya, tetapi daya seksnya sangat lemah atau impoten, kamu pilih yg mana?” tanyaku kemudian.
“Wah.. Susah nih jawabnya.
Lagian tdk mungkin kan seseorang dgn potensi sex hebat tp semua pribadinya jelek? Dan jg aku rasa hanya sedikit orang yg impoten permanen. Selebihnya pasti ada solusi untuk impotensinya.”
“Jawab aja. Aku cuma ingin tahu.” desakku pelan.
“Hmmm.. Kamu jangan cerita ke orang lain ya. Papaku sekarang impotent. Tp dia jauh lebih baik dibanding dulu. Dari curhatnya Mama ke aku, rasanya Mama lebih suka Papa yg sekarang deh.”
“Itu kan Mamamu. Kalau kamu?”
“Susah, Bran, aku jawab lain kali ya?”
Nah, aku tdk bisa memaksanya bukan? Jawaban kira-kira jg tdk akan enak disimpulkan. Yah, aku berharap dgn berjalannya waktu, Ani akan terus berpikir dan lalu menyimpulkannya.